Kementan dan Satgas Pangan Usut Dugaan Manipulasi Stok Beras di Pasar Induk Cipinang

Investigasi Dugaan Manipulasi Stok Beras di Pasar Induk Cipinang

Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satuan Tugas (Satgas) Pangan Kepolisian Republik Indonesia tengah melakukan investigasi mendalam terkait dugaan praktik manipulasi stok beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta. Langkah ini diambil menyusul adanya temuan anomali dalam volume beras yang dikeluarkan dari gudang PT Food Station Tjipinang Jaya, sebuah perusahaan daerah yang mengelola pasar tersebut.

Menurut Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, penyelidikan ini dipicu oleh lonjakan signifikan dalam jumlah beras yang keluar dari gudang Food Station Tjipinang Jaya. Data menunjukkan, hingga tanggal 28 Mei 2025, volume beras yang keluar mencapai 11.410 ton. Angka ini jauh melampaui rata-rata harian sebelumnya yang berkisar antara 2.000 hingga 3.000 ton.

"Satgas sudah turun tangan untuk menyelidiki," ujar Amran. Pihak Food Station Tjipinang Jaya, lanjutnya, memberikan berbagai alasan, termasuk kesalahan perhitungan, sebagai penyebab lonjakan tersebut. Namun, Amran menegaskan bahwa pihaknya akan terus mendalami keterangan tersebut dan meminta pertanggungjawaban atas pernyataan yang diberikan.

Meskipun belum bersedia memberikan rincian lebih lanjut mengenai tujuan dari pengeluaran 11.410 ton beras tersebut, Amran menduga kuat bahwa beras tersebut akan dicampur (blending) dengan jenis beras lain dan dijual dengan harga yang lebih tinggi dari harga pasar yang seharusnya.

Amran menekankan bahwa praktik manipulasi stok beras dapat mengancam pasokan beras nasional dan merugikan masyarakat. Ia menyoroti bahwa jika stok beras nasional menipis akibat praktik semacam ini, maka akan muncul desakan untuk melakukan impor beras. Ia juga mempertanyakan tujuan dari pengeluaran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), menduga bahwa beras tersebut justru digunakan untuk blending dan dijual dengan harga tinggi.

Saat ini, cadangan beras pemerintah (CBP) mencapai 4 juta ton, yang menurut Amran merupakan jumlah tertinggi sejak Perum Bulog didirikan. Ia membantah adanya kelangkaan beras yang menyebabkan harga di PIBC melonjak. Menurutnya, harga beras di tingkat eceran seharusnya mengikuti tren harga di tingkat petani dan penggilingan. Jika harga di petani dan penggilingan turun, maka harga di tingkat eceran juga seharusnya turun, dan sebaliknya.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata harga beras di tingkat penggilingan pada Mei 2025 mengalami penurunan tipis sebesar 0,01 persen secara bulanan, namun mengalami kenaikan sebesar 2,37 persen secara tahunan.

Investigasi oleh Kementan dan Satgas Pangan Polri ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menjaga stabilitas pasokan dan harga beras, serta menindak tegas segala bentuk praktik yang merugikan masyarakat.