Oknum Pegawai Bank Jambi Terlibat Pembobolan Dana Nasabah, Bermula dari Laporan Guru PPPK

Skandal Pembobolan Bank Jambi Terungkap Berkat Kecurigaan Guru PPPK

Kasus pembobolan dana nasabah senilai miliaran rupiah di Bank Jambi berhasil diungkap oleh pihak kepolisian, berawal dari laporan seorang guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang merasa curiga dengan adanya potongan gaji yang tidak sesuai.

Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jambi berhasil mengamankan seorang pegawai Bank Jambi berinisial R (26). Diduga pelaku merupakan seorang analis kredit di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jambi. Ia ditangkap atas dugaan keterlibatannya dalam pembobolan dana dari 27 rekening nasabah yang berbeda.

"Pihak kepolisian telah menangkap R, seorang wanita berusia 26 tahun yang berasal dari Kerinci, Jambi. Penangkapan ini dilakukan setelah adanya bukti yang mengarah pada keterlibatan R dalam pembobolan dana nasabah Bank Jambi. Total kerugian akibat tindakan ini mencapai Rp 7,1 miliar," ungkap Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jambi, AKP Taufik Nurmandia, dalam konferensi pers di Mapolda Jambi.

Terungkap bahwa mayoritas korban dalam kasus ini adalah guru PPPK. Kasus ini mulai mencuat pada Oktober 2024, ketika seorang guru bernama Mita Ayu melaporkan adanya pemotongan gaji yang mencurigakan untuk cicilan pinjaman yang tidak pernah ia ajukan.

"Laporan dari korban inilah yang menjadi titik awal terbukanya kasus ini. Nasabah merasa kebingungan karena gajinya dipotong untuk angsuran pinjaman, padahal mereka tidak pernah menerima dana pinjaman tersebut," jelas Taufik.

Menindaklanjuti laporan tersebut, Kepala Cabang BPD Jambi KC Kerinci, TNR Artanty, memerintahkan Head Kredit, Dian Permata Sari, untuk melakukan pengecekan mendalam. Penelusuran dilakukan melalui sistem transaksi perbankan T24.

Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa dana pinjaman memang tercatat masuk ke rekening masing-masing guru. Namun, ironisnya, uang tersebut kemudian ditarik secara ilegal oleh R dengan menggunakan slip penarikan palsu dan tanda tangan yang dipalsukan.

Modus Operandi dan Dampak Kerugian

Modus operandi yang digunakan R adalah dengan menyerahkan slip palsu kepada teller dan head teller, dengan tujuan agar dana tetap dicairkan tanpa menimbulkan kecurigaan. Selain guru PPPK, korban lain dalam kasus ini termasuk satu nasabah individu dan satu lembaga pendidikan, yaitu Yayasan Baitul Husna.

Diketahui bahwa R telah melakukan aksi kejahatannya ini secara berulang-ulang selama kurang lebih satu tahun terakhir. Akibat perbuatannya, total kerugian yang ditimbulkan mencapai angka yang fantastis, yaitu Rp 7.177.022.555.

Atas tindakan melawan hukum yang telah dilakukannya, R dijerat dengan Pasal 49 ayat 1 huruf A Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pengembangan dan Pembangunan Sektor Keuangan. Jika terbukti bersalah, ia terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda hingga mencapai Rp 500 miliar.