Lapak Kambing Kurban 'Rampas' Trotoar Tanah Abang: Tradisi Turun Temurun Berbuah Polemik
Menjelang perayaan Idul Adha 2025, sebuah pemandangan yang telah menjadi tradisi tahunan kembali menghiasi kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Lebih dari seratus meter trotoar di sepanjang Jalan KS Tubun, tepatnya di depan Taman Pemakaman Umum (TPU) Petamburan, berubah fungsi menjadi pusat penjualan kambing dan sapi kurban.
Tenda-tenda terpal didirikan berdekatan, nyaris menutupi seluruh ruang pejalan kaki. Di balik tenda-tenda tersebut, puluhan ekor kambing berjejer, mengeluarkan suara khasnya, dan menebarkan aroma yang cukup kuat. Kondisi ini memaksa para pejalan kaki untuk berbagi ruang dengan kendaraan bermotor di bahu jalan yang ramai.
Abastian (39), seorang pedagang kambing, mengungkapkan bahwa praktik ini telah berlangsung sejak lama, diwariskan dari generasi ke generasi oleh warga Betawi. Menurutnya, berjualan hewan kurban di trotoar Tanah Abang merupakan bagian dari tradisi yang tak terpisahkan dari perayaan Idul Adha di wilayah tersebut.
"Ini sudah menjadi tradisi di sini, turun-temurun dari kakek," ujarnya pada hari Senin (2/6/2025).
Bersama dengan pedagang lainnya yang tergabung dalam Himpunan Pedagang Kambing Tenabang (HPKT), Abastian membuka lapaknya selama sepuluh hari menjelang hari raya. Ia mengaku bahwa selama periode tersebut, ia dapat memperoleh keuntungan hingga sepuluh juta rupiah per hari.
"Alhamdulillah, pembeli ramai. Sudah laku delapan belas ekor kambing," katanya dengan rasa syukur.
Namun, aktivitas ini tidak luput dari perhatian pihak berwenang. Haikal Alif (21), seorang pedagang lain yang juga berjualan di trotoar, mengakui bahwa ia seringkali menerima teguran dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan warga sekitar.
"Dari Satpol PP kadang menegur, karena sebenarnya ini tidak diperbolehkan. Tapi saya hanya meminta waktu dua minggu saja setiap tahunnya," ujar Haikal.
Ia mengaku tetap berjualan di lokasi tersebut karena sudah dikenal oleh para pembeli. Ia khawatir jika pindah lokasi, pelanggannya akan kesulitan menemukannya.
"Kalau pindah, akan menjadi masalah. Pelanggan sudah tahu tempatnya di sini, sudah menjadi ciri khas," tambahnya.
Menurut Haikal, ia dan pedagang lainnya telah memperoleh izin dari kelurahan setempat yang difasilitasi oleh HPKT. Ia juga menambahkan bahwa pasokan kambing terus didatangkan dari Lampung untuk memenuhi permintaan yang tinggi. Dalam seminggu berjualan, Haikal mengaku telah menjual seratus ekor kambing dengan omzet harian melebihi sepuluh juta rupiah.
Namun, keberadaan lapak kambing di trotoar tidak selalu disambut baik oleh semua pihak. Amir (nama samaran), seorang pedagang sate Padang yang berjualan di dekat lokasi, mengeluhkan penurunan omzet sebesar 30 persen karena pelanggan enggan makan di dekat aroma kambing yang menyengat.
"Omzetnya turun mungkin 30 persen, tapi tidak apa-apa. Alhamdulillah masih bisa berjualan," kata Amir, yang telah berdagang di kawasan tersebut selama sepuluh tahun.
Meski demikian, Amir memilih untuk tidak memprotes. Ia berpendapat bahwa sesama pedagang sebaiknya saling menghargai, terutama karena kegiatan jual beli hewan kurban hanya berlangsung sekali dalam setahun.
"Kami menghargai warga sini karena ini hanya setahun sekali," pungkasnya.