Dama Kara: Regenerasi Pengrajin Batik dan Komitmen pada Produksi Ramah Lingkungan
Dama Kara, sebuah inisiatif yang berakar pada pelestarian warisan budaya Indonesia, berupaya merevitalisasi industri batik dengan fokus pada inklusivitas dan keberlanjutan lingkungan. Nurdini Prihastiti, pendiri Dama Kara, mengungkapkan keprihatinannya terhadap dominasi pengrajin batik berusia lanjut dan bertekad untuk menarik minat generasi muda pada seni tradisional ini.
Dalam acara Media Trip DSC Season 16 di Bandung, Dini menjelaskan bahwa batik, meskipun menjadi simbol kebanggaan nasional, seringkali hanya dikenakan pada acara-acara formal. Hal ini mendorong Dama Kara untuk menciptakan batik yang lebih relevan dengan gaya hidup kontemporer, sehingga dapat dikenakan dalam berbagai suasana, mulai dari bekerja hingga bersantai.
Mendorong Inklusivitas dan Regenerasi
Tantangan utama yang dihadapi adalah bagaimana meningkatkan daya tarik batik di kalangan anak muda. Dama Kara menjawab tantangan ini dengan mendesain motif batik yang lebih modern, sederhana, dan mudah dipadukan dengan berbagai gaya pakaian. Tujuannya adalah menghilangkan kesan kaku dan eksklusif yang selama ini melekat pada batik, sehingga generasi muda merasa nyaman dan bangga mengenakannya.
"Kami ingin batik tidak hanya menjadi warisan budaya yang dilestarikan, tetapi juga menjadi bagian dari gaya hidup sehari-hari," ujar Dini.
Mempertahankan Teknik Tradisional di Era Modern
Di tengah maraknya batik printing yang serba cepat dan massal, Dama Kara memilih untuk tetap setia pada teknik-teknik tradisional seperti cap, ikat, jumput, bordir, dan jahit jelujur. Mereka menggandeng pengrajin dan penjahit rumahan untuk memastikan bahwa setiap karya batik Dama Kara memiliki sentuhan unik dan autentik.
Komitmen pada Produksi Ramah Lingkungan
Menyadari dampak negatif limbah batik terhadap lingkungan, Dama Kara mengambil langkah-langkah proaktif untuk mengurangi jejak karbon mereka. Mereka bekerja sama dengan produsen batik rumahan yang telah menerapkan instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Kolaborasi ini memastikan bahwa limbah produksi batik dikelola dengan baik dan tidak mencemari lingkungan.
"Kami sangat beruntung dapat bekerja sama dengan pengrajin batik di Solo yang telah memiliki IPAL. Pemerintah setempat juga memberikan dukungan penuh terhadap penerapan teknologi ini," kata Dini.
Selain mengelola limbah cair, Dama Kara juga berupaya memanfaatkan sisa potongan kain dari proses produksi. Kain-kain tersebut didaur ulang menjadi berbagai produk fungsional seperti dekorasi toko, tatakan mug, dan hiasan sandal. Upaya ini tidak hanya mengurangi limbah, tetapi juga memberikan nilai tambah pada material yang sebelumnya dianggap tidak berguna.
Lebih dari Sekadar Bisnis
Bagi Dama Kara, bisnis bukan hanya tentang mencari keuntungan, tetapi juga tentang memberikan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan. Melalui komitmen pada inklusivitas, pelestarian teknik tradisional, dan produksi ramah lingkungan, Dama Kara berupaya menjadi agen perubahan dalam industri batik Indonesia.
Dengan mengusung prinsip-prinsip keberlanjutan, Dama Kara berharap dapat menginspirasi pelaku industri lain untuk mengadopsi praktik bisnis yang lebih bertanggung jawab dan ramah lingkungan.