Kasus Korupsi Sritex: Kejagung Dalami Peran Pejabat BNI Terkait Kredit Macet

Kejagung Periksa Saksi dari BNI Terkait Kasus Dugaan Korupsi Sritex

Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mendalami kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Terbaru, penyidik memeriksa dua orang pejabat dari PT Bank Negara Indonesia (BNI) sebagai saksi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengumpulkan bukti dan informasi lebih lanjut mengenai proses pemberian kredit yang diduga bermasalah.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa kedua saksi yang diperiksa adalah SMS dan ADN. Keduanya merupakan analis kredit BNI pada tahun 2012. Keterangan dari keduanya dianggap penting untuk mengungkap dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit kepada Sritex dan anak perusahaannya.

Selain dua analis kredit BNI, tim penyidik juga memeriksa lima saksi lainnya. Dua di antaranya berasal dari anak perusahaan Sritex, yakni NW dan FPR yang merupakan staf keuangan PT Rayon Utama Makmur. Sementara itu, tiga saksi lainnya berasal dari PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB), yaitu ALP, GP, dan MR yang merupakan anggota Komite Kredit di Bank BJB.

Perkembangan Kasus dan Status Tersangka

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Mereka adalah DS, yang menjabat sebagai Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial Bank BJB pada tahun 2020; ZM, Direktur Utama PT Bank DKI tahun 2020; dan ISL, Direktur Utama PT Sritex periode 2005-2022.

Kasus ini bermula dari dugaan penyimpangan dalam pemberian kredit dari Bank BJB dan Bank DKI kepada Sritex. Total pinjaman dari kedua bank ini mencapai Rp 692 miliar dan telah dinyatakan sebagai kerugian negara karena Sritex gagal membayar cicilan kredit. Perusahaan tekstil raksasa itu sendiri telah dinyatakan pailit sejak Oktober 2024.

Total Kredit Macet Sritex Mencapai Triliunan Rupiah

Berdasarkan hasil investigasi sementara, total kredit macet Sritex mencapai Rp 3,58 triliun. Angka ini berasal dari pemberian kredit oleh sejumlah bank daerah dan bank pemerintah lainnya. Penyidik masih terus menelusuri dasar pemberian kredit tersebut untuk mengungkap potensi keterlibatan pihak lain.

Selain Bank BJB dan Bank DKI, Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) juga diketahui memberikan kredit sebesar Rp 395,6 miliar kepada Sritex. Sementara itu, sindikasi bank yang terdiri dari BNI, BRI, dan LPEI memberikan kredit dengan total mencapai Rp 2,5 triliun.

Saat ini, status BNI, BRI, dan LPEI masih sebagai saksi dalam kasus ini. Berbeda dengan BJB dan Bank DKI yang telah ditemukan adanya indikasi tindakan melawan hukum. Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Mereka ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan.