Tekanan Jual Mendera, IHSG Terus Merosot: Analisis Faktor dan Prospek Pasar
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali mengalami tekanan pada perdagangan hari Selasa (3/6/2025), melanjutkan tren penurunan yang telah berlangsung selama dua hari berturut-turut. Penutupan perdagangan menunjukkan penurunan sebesar 20,25 poin atau setara dengan 0,29 persen, mengantarkan indeks ke level 7.044,82.
Pergerakan intraday bahkan sempat membawa IHSG menembus di bawah level psikologis 7.000, mengindikasikan adanya gelombang penjualan yang cukup kuat. Para analis pasar menyoroti kombinasi sentimen negatif baik dari dalam maupun luar negeri sebagai pemicu utama pelemahan ini. Rilis data ekonomi global yang kurang menggembirakan, ditambah dengan aksi jual yang berkelanjutan oleh investor asing, memperburuk sentimen pasar secara keseluruhan.
Kondisi ini turut menyeret sentimen di bursa saham Asia, meskipun terdapat upaya rebound di pasar Hong Kong dan Shanghai berkat optimisme terhadap kebijakan fiskal lokal. Kekhawatiran terhadap stabilitas nilai tukar rupiah turut membebani, dengan potensi peningkatan tekanan pada neraca transaksi berjalan dan imported inflation menjadi perhatian utama.
Dalam situasi seperti ini, pelaku pasar memperkirakan ruang gerak Bank Indonesia (BI) dalam menjaga stabilitas moneter akan semakin terbatas, terutama jika volatilitas eksternal kembali meningkat akibat ketidakpastian arah kebijakan suku bunga global dan ketegangan geopolitik yang masih membayangi.
Dari sudut pandang teknikal, IHSG saat ini berada di bawah rata-rata pergerakan 50 hari (MA50) dan mendekati level support krusial di 6.950. Penembusan level ini berpotensi memicu koreksi lebih lanjut menuju area 6.800–6.850 sebagai support mayor. Sementara itu, resistance jangka pendek berada di kisaran 7.200. Konfirmasi bullish reversal baru akan terjadi jika indeks mampu bertahan dan menembus area ini secara konsisten, disertai dengan peningkatan volume perdagangan.
Aksi jual oleh investor asing tercatat cukup signifikan pada perdagangan kemarin, dengan net sell mencapai Rp 702 miliar di pasar reguler. Saham-saham blue-chip seperti BBCA, BMRI, dan UNTR menjadi target utama distribusi, mencerminkan sikap wait-and-see investor asing terhadap emiten-emiten besar di sektor perbankan dan pertambangan yang rentan terhadap volatilitas harga komoditas.
Namun, di tengah tekanan jual secara umum, beberapa saham justru mencatatkan aliran dana asing positif. ANTM (+1,2 persen), PGAS (+1,9 persen), dan PSAB (+24,6 persen) menjadi top gainer, didorong oleh ekspektasi penguatan harga komoditas energi dan emas.
Di tengah volatilitas pasar yang tinggi, beberapa saham menunjukkan potensi menarik berdasarkan analisis teknikal dan fundamental. BRPT direkomendasikan untuk dibeli (buy) dengan target harga 1.400, didorong oleh potensi perbaikan kinerja anak usaha di sektor energi dan petrokimia, serta pemulihan margin dari penurunan harga input.
Di sektor semen, SMGR menarik dengan target harga 2.960, seiring dengan ekspektasi peningkatan realisasi proyek infrastruktur dan kelanjutan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN). Saham-saham ini tidak hanya menunjukkan kekuatan relatif terhadap IHSG, tetapi juga menawarkan daya tarik dari sisi valuasi dan akumulasi oleh investor institusi.
Daftar Saham yang perlu diperhatikan:
- BRPT
- SMGR
- ANTM
- PGAS
- PSAB