Ketimpangan Keuntungan Beras: Tengkulak Raih Puluhan Triliun, Petani Merana
Fenomena ketidakadilan dalam rantai pasok beras kembali mencuat ke permukaan, menyoroti jurang yang menganga lebar antara keuntungan yang diraup oleh tengkulak dan jerih payah petani sebagai produsen utama. Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkapkan bahwa para tengkulak atau perantara beras mampu mengantongi keuntungan fantastis hingga mencapai Rp 42 triliun. Sementara itu, para petani yang bergelut dengan lumpur dan cuaca ekstrem hanya mampu memperoleh pendapatan sekitar Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta dari hasil panen mereka.
Kesenjangan yang mencolok ini menjadi sorotan utama, mempertanyakan efisiensi dan keadilan dalam sistem distribusi beras. Mentan Amran menjelaskan bahwa keuntungan besar yang diperoleh tengkulak berasal dari selisih harga yang signifikan antara harga beli dari petani dan harga jual ke konsumen. Para tengkulak membeli beras dari petani dengan harga murah, kemudian menjualnya dengan harga yang jauh lebih tinggi, sehingga meraup keuntungan yang tidak sebanding dengan kontribusi mereka dalam proses produksi.
"21 juta ton dikali Rp 2 ribu (selisih harga), itu Rp 42 triliun yang didapatkan dari middleman," ungkap Amran, menggambarkan betapa besarnya keuntungan yang dinikmati oleh para tengkulak.
Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri telah memulai investigasi terkait dugaan praktik mafia beras di Pasar Beras Induk Cipinang (PIBC). Investigasi ini dipicu oleh adanya indikasi kejanggalan dalam jumlah beras yang dikeluarkan dari gudang PT Food Station Tjipinang Jaya (Perseroda).
Menurut data, pada tanggal 28 Mei 2025, volume beras yang keluar dari gudang Cipinang mencapai 11.410 ton, melonjak drastis dari volume normal harian yang biasanya berkisar antara 2.000 hingga 3.000 ton. Hal ini menimbulkan kecurigaan adanya praktik penimbunan atau manipulasi harga yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.
"Satgas sudah turun. Alasannya (dari Food Station Tjipinang Jaya) katanya, oh salah hitung. Apa? Koreksi? macem-macem alasannya, baru statement. Kejar juga yang statement di sana (Food Station Tjipinang Jaya)," tegas Amran, menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menindaklanjuti kasus ini.
Meski masih dalam tahap investigasi, Amran menduga bahwa beras yang dikeluarkan dalam jumlah besar tersebut kemungkinan besar dicampur (blending) dan dijual dengan harga yang lebih tinggi dari harga pasar. Hal ini tentu merugikan konsumen dan memperburuk citra industri beras nasional.
Kasus ini menjadi momentum penting untuk meninjau kembali sistem distribusi beras secara menyeluruh. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk melindungi petani dari praktik-praktik yang merugikan, serta memastikan harga beras yang wajar dan terjangkau bagi masyarakat. Selain itu, pengawasan terhadap rantai pasok beras perlu ditingkatkan untuk mencegah terjadinya praktik penimbunan, manipulasi harga, dan tindak pidana lainnya yang dapat merugikan semua pihak.
Berikut beberapa poin penting yang perlu menjadi perhatian:
- Kesenjangan Keuntungan: Perbedaan signifikan antara keuntungan tengkulak dan petani.
- Investigasi Mafia Beras: Kementan dan Satgas Pangan Polri menyelidiki dugaan praktik mafia beras di PIBC.
- Lonjakan Volume Beras: Peningkatan drastis volume beras yang keluar dari gudang Cipinang.
- Dugaan Blending dan Manipulasi Harga: Kecurigaan adanya praktik pencampuran beras dan penjualan dengan harga tinggi.
Dengan penanganan yang tepat dan komitmen dari semua pihak, diharapkan masalah ketidakadilan dalam rantai pasok beras dapat diatasi, sehingga petani dapat memperoleh keuntungan yang layak dan konsumen dapat menikmati harga beras yang terjangkau.