Sidang Uang Palsu UIN Alauddin: Jaksa Minta Eksepsi Annar Sampetoding Ditolak

Persidangan kasus dugaan peredaran uang palsu yang melibatkan Annar Salahuddin Sampetoding memasuki babak baru. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan tegas meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sungguminasa untuk menolak eksepsi atau nota keberatan yang diajukan oleh terdakwa.

Tanggapan JPU ini disampaikan dalam sidang yang digelar di Ruang Kartika, PN Sungguminasa, pada Rabu (4/6/2025). Jaksa Aria Perkasa Utama menyatakan bahwa eksepsi yang diajukan terdakwa terkait surat dakwaan yang dianggap tidak memenuhi syarat formil tidak memiliki dasar yang kuat.

"Penuntut umum tidak sependapat dengan materi eksepsi yang diajukan terdakwa Annar Salahuddin Sampetoding," tegas Jaksa Aria Perkasa Utama di hadapan Majelis Hakim. Ia menambahkan, "Surat dakwaan tersebut oleh penuntut umum telah memenuhi syarat formil."

Lebih lanjut, JPU meminta agar Majelis Hakim menerima surat dakwaan yang telah diajukan dan menolak seluruh eksepsi dari terdakwa Annar Sampetoding. JPU juga menekankan agar perkara dugaan uang palsu ini dapat terus dilanjutkan ke tahap pembuktian.

"Menyatakan surat dakwaan atas nama terdakwa Annar Salahuddin Sampetoding sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan bahwa dakwaan tersebut dapat dijadikan dasar pidana dalam perkara ini," terang Aria, menegaskan keyakinannya atas validitas dakwaan yang diajukan.

JPU juga meminta agar eksepsi yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa pada tanggal 28 Mei 2025 lalu ditolak, sehingga pemeriksaan perkara ini dapat dilanjutkan tanpa hambatan.

Sidang selanjutnya dijadwalkan pada Rabu, 18 Juni 2025, dengan agenda pembacaan putusan sela oleh Majelis Hakim. Putusan ini akan menentukan apakah perkara ini akan terus berlanjut atau dihentikan.

Eksepsi Annar Sampetoding

Dalam eksepsinya, Annar Sampetoding didakwa atas keterlibatannya dalam pendanaan pabrik uang palsu yang berlokasi di gedung perpustakaan UIN Alauddin Makassar. Atas perbuatannya tersebut, ia didakwa melanggar Pasal 37 ayat 1 UU RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dalam dakwaan primair.

Selain dakwaan primair, Annar juga dijerat dengan dakwaan subsidair, yaitu Pasal 37 ayat 2 UU RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Jaksa juga mendakwa Annar dengan Pasal 36 ayat 1 UU RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagai dakwaan lebih subsidair.

Pada sidang sebelumnya, Annar Sampetoding melalui kuasa hukumnya meminta agar Majelis Hakim menolak dakwaan yang diajukan oleh JPU. Pihaknya berpendapat bahwa dakwaan tersebut disusun berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan yang cacat formil.

"Bahwa eksepsi yang kami ajukan ini termasuk dalam kategori dakwaan tidak dapat diterima karena didasarkan pada adanya cacat formil dalam proses penyidikan yang mengakibatkan surat dakwaan disusun berdasarkan proses yang tidak sah menurut hukum," ungkap tim kuasa hukum Annar dalam persidangan.

Tim kuasa hukum menjelaskan bahwa saat penggeledahan rumah Annar di Jalan Sunu 3, Makassar, terdakwa sedang berada di Jakarta. Mereka menuding bahwa proses penggeledahan yang dilakukan oleh pihak kepolisian tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.

"Saat itu terdakwa sedang berada di Kota Jakarta atau tidak di rumah terdakwa di Jalan Sunu 3, Kota Makassar dan rumah terdakwa di dalam keadaan tertutup. Dan menurut informasi dari orang-orang yang tinggal di rumah terdakwa, pada saat tim penyidik atau tim kepolisian dari Polres Gowa memasuki rumah terdakwa tanpa disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan setempat," jelas kuasa hukum terdakwa.

Selain itu, pihak Annar Sampetoding juga membantah tuduhan terkait pembelian mesin cetak yang digunakan untuk mencetak uang palsu. Mereka mengklaim bahwa mesin tersebut sebenarnya diperuntukkan untuk mencetak alat peraga kampanye.

"Mesin cetak yang dibeli oleh terdakwa tujuannya bukan alat untuk mencetak uang palsu, tetapi untuk membuat alat peraga kampanye untuk persiapan maju calon Gubernur Sulawesi Selatan, seperti kalender dan semacamnya," tegasnya.

Kuasa hukum terdakwa menyayangkan dakwaan penuntut umum yang menyebutkan bahwa mesin tersebut disediakan terdakwa Annar untuk pembuatan uang palsu. Pihaknya menilai jaksa seharusnya mencantumkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik untuk membuktikan hal tersebut.

"Bahwa di dalam surat dakwaan tidak diuraikan mengenai adanya hasil pemeriksaan laboratorium forensik, hasil penyidikan terhadap alat mesin cetak yang digunakan membuat orang palsu," jelasnya.

"Sehingga rumusan dakwaan yang menyebut terdakwa sebagai penyedia mesin cetak palsu sangat diragukan keabsahannya. Padahal penyediaan mesin cetak dan pemeriksaan sangat diragukan keabsahannya," lanjutnya.

Dalam eksepsinya, Annar Sampetoding juga mempermasalahkan terkait waktu dan tempat kejadian yang dianggap tidak jelas dan tidak cermat. Sebab, jaksa turut mengaitkan pembuatan uang palsu di UIN Alauddin dengan terdakwa, padahal dia tidak terlibat di dalamnya.

"Bahwa tempat kejadian di mana alat dan bahan disita polisi di perpustakaan Alauddin Makassar tidak ada hubungannya dengan terdakwa. Sehingga terdakwa sangat keberatan jika tempat kejadian tersebut dihubungkan dengan terdakwa. Atas dasar tersebut, pihak kuasa hukum meminta agar majelis hakim menyatakan dakwaan batal demi hukum dan tidak dapat diterima," tuturnya.

Dengan demikian, Annar Sampetoding meminta agar Majelis Hakim menolak dakwaan dari JPU dan membebaskannya dari tahanan.

"Menerima eksepsi atau nota keberatan dari Penasihat Hukum terdakwa Annar Salahuddin Sampetoding untuk seluruhnya, menyatakan bahwa proses penyidikan dalam perkara ini adalah tidak sah dan cacat hukum," pungkasnya.