Eks Teroris Bom Bali, Umar Patek, Bertransformasi Menjadi Barista: Kisah Perubahan dan Penerimaan

Dari Militan Bom Bali ke Peracik Kopi: Transformasi Umar Patek

Perubahan drastis terjadi dalam kehidupan Hisyam bin Alizein, yang lebih dikenal sebagai Umar Patek, mantan narapidana terorisme yang terlibat dalam peristiwa Bom Bali I. Setelah menghabiskan waktu di balik jeruji besi dan merasakan kebebasan pada 7 Desember 2022, Umar Patek kini hadir dengan peran baru yang tak terduga: seorang barista.

Acara peluncuran "Kopi Ramu 1966 by Umar Patek" di Surabaya menjadi saksi bisu transformasi ini. Mantan Kepala Densus 88 Antiteror Polri, Komjen Marthinus Hukom, yang hadir dalam acara tersebut, mengungkapkan kekagumannya atas perubahan yang dialami Umar Patek. Dulu, Umar Patek dikenal sebagai sosok militan dan ahli senjata yang ditakuti, bahkan menjadi buronan internasional dengan imbalan Rp 10 miliar bagi siapa saja yang berhasil menangkapnya. Kabar tentang kematiannya pun beberapa kali beredar, namun ia selalu berhasil lolos dari berbagai pengepungan.

Perenungan di Balik Jeruji dan Kelahiran Kembali

Menurut Komjen Marthinus, Umar Patek memanfaatkan waktu di penjara untuk merenungkan perbuatannya. Dari seorang perakit bom, ia bertransformasi menjadi seorang peramu kopi. Perubahan ini, menurut Marthinus, menunjukkan bahwa Umar Patek kini berjuang untuk kemanusiaan dan cinta kasih, melampaui perbedaan keyakinan dan menjadi bagian dari persatuan umat manusia.

Marthinus berharap, kehadiran "Kopi Ramu 1966 by Umar Patek" dapat menjadi pendorong bagi pengembangan UMKM di Jawa Timur, sekaligus memberikan kesempatan kedua bagi mantan narapidana untuk berkontribusi positif bagi masyarakat.

Stigma Mantan Teroris dan Harapan Baru

Umar Patek sendiri mengakui bahwa stigma sebagai mantan narapidana terorisme membuatnya kesulitan mencari pekerjaan setelah bebas dari penjara. Namun, titik balik terjadi ketika ia bertemu dengan seorang dokter dan pengusaha asal Surabaya, drg. David Andreasmito. Dokter David melihat potensi dalam diri Umar Patek dan menawarkan kesempatan untuk meramu dan menjual kopi di kafenya.

Awalnya, Umar Patek ragu karena khawatir statusnya sebagai mantan teroris akan berdampak buruk bagi bisnis dokter David. Namun, dengan dukungan dan kepercayaan yang diberikan, ia akhirnya menerima tawaran tersebut. Nama "Ramu" dipilih sebagai merek kopi sebagai kebalikan dari namanya, Umar, sebagai simbol bahwa ia tidak lagi ingin meramu bom, tetapi meramu kopi.

Dari Kopi Rempah Rumahan hingga Bisnis yang Berkembang

Kisah Umar Patek menjadi inspirasi bagi banyak orang. Ia membuktikan bahwa setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua dan bahwa perubahan ke arah yang lebih baik selalu mungkin terjadi. Dengan dukungan dari orang-orang di sekitarnya, Umar Patek berhasil bangkit dari masa lalu yang kelam dan membangun kehidupan baru sebagai seorang barista.

Kegigihan drg. David Andreasmito dalam mendekati Umar Patek patut diacungi jempol. Ia bahkan menolak tawaran bantuan finansial dari dokter David, lebih memilih untuk mendapatkan pekerjaan dan membuktikan dirinya. Setelah mencicipi kopi rempah buatan Umar Patek dan istrinya, dokter David terkesan dan memutuskan untuk mengajak Umar Patek berbisnis kopi rempah.

Bahkan di Banyuwangi, kopi racikan Umar Patek mendapat sambutan luar biasa dari para pecinta kopi hingga ludes terjual.

Bersama seorang peracik kopi bernama Yus dari Bondowoso, Umar Patek berlatih menyangrai biji kopi dan menciptakan racikan kopi robusta dan arabika yang unik. Yus juga membantu menyediakan peralatan mesin kopi dan memberikan pelatihan. Sementara itu, manajemen bisnis dipegang oleh drg. David Andreasmito.

Kini, "Kopi Ramu 1966 by Umar Patek" hadir di Hedon Estate Kitchen & Lounge di Surabaya dan Banyuwangi, menawarkan cita rasa kopi yang unik dan kisah inspiratif tentang perubahan dan penerimaan.