Mendagri Soroti Kontraksi Ekonomi di NTB dan Papua Tengah, Ini Penyebabnya!

Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, baru-baru ini menyoroti kinerja ekonomi dua provinsi, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Papua Tengah, yang mengalami kontraksi. Pernyataan ini disampaikan dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Provinsi NTB tahun 2025 di Mataram.

Menurut Mendagri, NTB mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 1,47 persen. Sementara itu, Papua Tengah mengalami kontraksi yang lebih signifikan, mencapai 25,53 persen. Data ini menjadi perhatian serius mengingat implikasinya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Faktor Penyebab di NTB

Tito Karnavian menjelaskan bahwa kontraksi ekonomi di NTB disebabkan oleh tingginya ketergantungan daerah tersebut pada sektor pertambangan. Penutupan smelter di Sumbawa dan kebijakan hilirisasi yang menghentikan ekspor konsentrat menjadi faktor utama penurunan tersebut. Ekspor, yang selama ini memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi NTB, terhenti akibat kebijakan ini.

Pemerintah daerah NTB kini menghadapi tantangan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Tito Karnavian menyarankan agar proyek smelter dipercepat. Jika proyek ini selesai dalam satu atau dua bulan, dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi NTB masih dapat diatasi. Namun, jika penyelesaian proyek smelter memakan waktu lebih lama, diperlukan upaya ekstra untuk mencari sumber pendapatan alternatif.

Sebagai solusi jangka pendek, Mendagri mengusulkan relaksasi kebijakan ekspor konsentrat sambil menunggu smelter selesai. Ia telah menghubungi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk membahas kemungkinan relaksasi ini. Tujuannya adalah untuk menjaga agar pertumbuhan ekonomi NTB tidak terus mengalami penurunan.

Permasalahan di Papua Tengah

Selain NTB, Tito Karnavian juga menyoroti kondisi ekonomi di Papua Tengah. Provinsi ini mengalami kontraksi ekonomi yang cukup dalam, yaitu 25,53 persen. Padahal, Papua Tengah memiliki potensi ekonomi yang besar, terutama dari sektor pertambangan Freeport. Pendapatan daerah Papua Tengah termasuk yang tertinggi, namun belanja daerahnya sangat rendah, hanya sekitar 9 persen.

Mendagri mengungkapkan kekhawatiran bahwa dana daerah lebih banyak disimpan di bank daripada digunakan untuk pembangunan. Akibatnya, pembangunan infrastruktur seperti jalan, pendidikan, dan kesehatan menjadi terbengkalai. Rendahnya belanja pemerintah juga menghambat perputaran ekonomi di daerah tersebut.

Tito Karnavian menekankan pentingnya pengelolaan keuangan daerah yang efektif. Ia mengingatkan bahwa jika satu atau dua provinsi mengalami kontraksi ekonomi, hal itu dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, pemerintah pusat dan daerah perlu bekerja sama untuk mengatasi permasalahan ekonomi di NTB dan Papua Tengah.