Sidang Perkara Hasto Kristiyanto: Ahli Hukum Pidana UGM Berikan Keterangan
Sidang perkara dugaan suap yang melibatkan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Hasto Kristiyanto, kembali digelar dengan menghadirkan saksi ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Muhammad Fatahillah Akbar, seorang ahli hukum pidana dari UGM, memberikan keterangan penting dalam persidangan yang berlangsung pada hari Kamis.
Kehadiran Fatahillah Akbar sebagai saksi ahli ini terkait dengan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan upaya menghalangi penyidikan terhadap Harun Masiku. Kasus ini telah menyeret nama Hasto Kristiyanto sebagai salah satu pihak yang diduga terlibat.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Budhi Sarumpaet, menjelaskan bahwa Fatahillah Akbar dihadirkan untuk memberikan pandangan ahli terkait aspek hukum pidana dalam kasus ini. Keterangan dari ahli hukum pidana diharapkan dapat memperjelas konstruksi hukum dan membantu majelis hakim dalam membuat keputusan yang adil dan berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan.
Dalam dakwaan yang dibacakan sebelumnya, Hasto Kristiyanto diduga memberikan sejumlah uang, sekitar 57.350 dollar Singapura atau setara dengan Rp 600 juta, kepada mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, dalam kurun waktu antara tahun 2019 hingga 2020. Tindakan tersebut diduga dilakukan bersama-sama dengan beberapa pihak lain, termasuk seorang advokat bernama Donny Tri Istiqomah, kader PDI-P Saeful Bahri, dan Harun Masiku.
Uang tersebut diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu Setiawan selaku Komisioner KPU dapat mengupayakan agar KPU menyetujui proses PAW Calon Legislatif Terpilih dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I, dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku. Proses PAW ini diduga dilakukan secara tidak sah dan melanggar ketentuan yang berlaku.
Selain dugaan suap, Hasto Kristiyanto juga didakwa melakukan tindakan yang menghalangi proses penyidikan yang dilakukan oleh KPK. Ia diduga memerintahkan Harun Masiku untuk menghilangkan barang bukti berupa telepon genggam dengan cara merendamnya ke dalam air. Perintah tersebut diduga disampaikan melalui perantara, yaitu penjaga Rumah Aspirasi bernama Nur Hasan.
Tidak hanya itu, Hasto juga disebut memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk melakukan tindakan serupa, yaitu menenggelamkan telepon genggam sebagai langkah antisipasi terhadap upaya paksa yang mungkin dilakukan oleh penyidik KPK. Tindakan ini dianggap sebagai upaya untuk menghalangi penyidikan dan menyembunyikan bukti-bukti penting yang terkait dengan kasus tersebut.
Atas perbuatan-perbuatan tersebut, Hasto Kristiyanto didakwa melanggar sejumlah pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal-pasal yang dilanggar meliputi Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Persidangan ini menjadi sorotan publik karena melibatkan tokoh penting dari partai politik besar. Keterangan dari saksi ahli, Muhammad Fatahillah Akbar, diharapkan dapat memberikan titik terang dalam kasus ini dan membantu penegak hukum untuk mengungkap kebenaran serta memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat. Proses hukum akan terus berjalan untuk membuktikan apakah Hasto Kristiyanto terbukti bersalah atau tidak dalam kasus ini.