Jawa Barat Tinjau Ulang Beban Belajar Siswa: Penghapusan Pekerjaan Rumah dan Dampaknya Terhadap Psikologis Anak
Gubernur Jawa Barat, tengah menginisiasi perubahan signifikan dalam sistem pendidikan dengan mempertimbangkan penghapusan pekerjaan rumah (PR) bagi siswa. Kebijakan ini bertujuan untuk mengalihkan fokus pembelajaran ke lingkungan sekolah, sehingga waktu di rumah dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang lebih bermanfaat bagi perkembangan anak.
Dedi Mulyadi, dalam pernyataannya, menekankan bahwa tugas-tugas sekolah seharusnya diselesaikan di sekolah, bukan menjadi beban yang dibawa pulang. Ia berpendapat bahwa waktu di rumah sebaiknya digunakan untuk istirahat, membaca, membantu orang tua, atau mengembangkan minat dan bakat melalui kegiatan ekstrakurikuler.
Inisiatif ini sejalan dengan visi Dedi untuk menciptakan generasi "Panca Waluya", yang memiliki karakter:
- Cager (Sehat): Menekankan pentingnya kesehatan fisik dan mental.
- Bager (Baik): Mengedepankan nilai-nilai moral dan etika.
- Bener (Benar): Mendorong kejujuran dan integritas.
- Pinter (Cerdas): Mengembangkan kemampuan intelektual.
- Singer (Terampil): Membekali siswa dengan keterampilan praktis.
Namun, penghapusan PR menimbulkan pertanyaan tentang dampaknya secara keseluruhan terhadap proses belajar siswa. Apakah kebijakan ini benar-benar memberikan manfaat yang optimal bagi perkembangan anak?
Perspektif Psikologis: Ruang Bernapas Bagi Anak
Psikolog anak dan remaja, Vera Itabiliana, menilai bahwa penghapusan PR berpotensi positif terhadap kesehatan mental anak. Ia menjelaskan bahwa anak akan memiliki lebih banyak waktu untuk bermain, berinteraksi sosial, beristirahat, dan mengeksplorasi minat di luar bidang akademik.
Waktu luang tanpa PR juga dapat mempererat hubungan keluarga karena anak tidak lagi terbebani tugas sekolah di rumah. Hal ini dapat mengurangi tekanan akademik yang berlebihan dan menjaga kesehatan mental anak, serta meningkatkan kualitas waktu bersama keluarga.
Menurut Vera, kebijakan ini dapat membantu mengurangi kejenuhan belajar dan menurunkan risiko burnout, kondisi mental yang sering dialami siswa akibat tuntutan akademik yang tidak seimbang dengan kebutuhan emosional mereka.
Tantangan yang Perlu Diperhatikan
Vera mengingatkan bahwa penghapusan PR bukan tanpa tantangan. Jika tidak ada penguatan materi di rumah, sebagian anak mungkin kesulitan mengingat pelajaran. Selain itu, anak dengan manajemen waktu yang kurang baik mungkin menghabiskan waktu luang tanpa kegiatan produktif. Anak-anak yang membutuhkan latihan tambahan juga bisa tertinggal jika tidak mendapatkan pendampingan di luar jam sekolah.
Oleh karena itu, Vera menekankan pentingnya merancang sistem belajar yang seimbang dan sesuai dengan usia perkembangan anak. Kunci keberhasilan kebijakan ini bukan hanya terletak pada ada atau tidaknya PR, tetapi pada bagaimana sekolah merancang keseimbangan beban belajar yang sehat.
Peran Guru dan Orang Tua
Perubahan sistem ini menuntut adaptasi dari guru dan orang tua. Guru perlu menyusun metode belajar yang efektif agar materi terserap tuntas di jam sekolah. Orang tua perlu memastikan anak menggunakan waktu luangnya secara produktif dan seimbang.