Kota Tangerang Selatan Menanti Implementasi Putusan MK Terkait Pendidikan Dasar Gratis

Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) saat ini tengah menanti arahan teknis lebih lanjut dari pemerintah pusat mengenai implementasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pendidikan gratis. Putusan MK tersebut, yang membatalkan sebagian dari Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), berpotensi mengubah lanskap pendidikan di Indonesia.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kota Tangsel, Deden Deni, menjelaskan bahwa pihaknya masih menunggu petunjuk teknis dan regulasi turunan dari kementerian terkait dan pemerintah pusat. Proses ini diperkirakan akan memakan waktu sebelum dapat diimplementasikan secara efektif di lapangan. Pemkot Tangsel sendiri sebenarnya sudah memiliki program bantuan pendidikan, khususnya bagi siswa SMP swasta, yang telah berjalan sejak tahun 2022. Program ini melibatkan kemitraan dengan 92 SMP swasta di wilayah tersebut. Tujuan program ini adalah untuk memberikan subsidi kepada siswa di sekolah swasta yang memenuhi standar akreditasi dan kualitas yang ditetapkan.

Deden Deni juga menegaskan bahwa program yang berjalan saat ini belum bisa diklaim sebagai program sekolah gratis secara penuh, karena masih ada kontribusi biaya dari orang tua siswa. Dana untuk program bantuan pendidikan ini berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Tangsel. Sementara itu, untuk jenjang SD, Kota Tangsel memiliki sekitar 157 sekolah dengan daya tampung yang masih dianggap memadai. Hal ini menyebabkan kebutuhan akan sekolah swasta lebih didorong oleh preferensi orang tua.

Putusan MK sendiri mengabulkan sebagian gugatan terhadap Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), khususnya frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya". Implikasi dari putusan ini adalah negara wajib menggratiskan pendidikan pada jenjang SD dan SMP. MK berpendapat bahwa Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Keputusan MK ini didasarkan pada standar hak asasi manusia (HAM) yang diakui secara internasional, termasuk Pasal 26 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948. Hal ini menunjukkan bahwa hak atas pendidikan merupakan prinsip universal dan non-diskriminasi dalam pemenuhan hak asasi manusia.