Komdigi Mengakui Kolusi dalam Kasus Judol dan PDNS, Pengawasan Internal Dievaluasi
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengakui adanya indikasi kolusi dalam beberapa kasus besar yang melibatkan institusinya, termasuk kasus perjudian daring (judol) dan kebocoran Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Pengakuan ini muncul sebagai respons atas temuan yang mengindikasikan bahwa praktik kecurangan (fraud) sulit dilakukan secara individu.
Inspektur Jenderal Komdigi, Arief Tri Hardiyanto, mengungkapkan bahwa meskipun berbagai sistem pengawasan dan pengendalian internal telah dibangun untuk mencegah fraud, tindakan kolutif di dalam sistem masih menjadi tantangan serius. "Jika seseorang sudah melakukan fraud, baik dalam kasus judol maupun PDNS, kemungkinan besar ada kolusi," ujarnya di Kementerian Komdigi.
Menurut Arief, pelaku fraud cenderung mencari celah dalam sistem dan berkolaborasi dengan pihak lain untuk memanipulasi anggaran, melakukan markup harga, atau melakukan tindakan ilegal lainnya. Kementerian telah berupaya membangun dan menyosialisasikan sistem pengendalian intern, pemetaan risiko, dan saluran whistleblowing kepada seluruh unit kerja. Selain itu, edukasi mengenai jenis-jenis korupsi dan dampaknya telah dilakukan untuk mengurangi niat individu melakukan fraud.
"Kami telah melakukan diseminasi dan edukasi agar mereka memahami apa itu korupsi, jenis-jenisnya, dan dampaknya. Dengan pemahaman ini, diharapkan dapat mengurungkan niat seseorang untuk melakukan fraud," jelasnya.
Namun, edukasi saja tidak cukup. Ketika niat untuk melakukan fraud tetap ada, pelaku akan mencari celah dalam sistem. Penindakan dianggap sebagai langkah terakhir setelah upaya edukasi dan penguatan tata kelola dilakukan. Namun, penindakan seringkali bergantung pada laporan masyarakat atau temuan aparat penegak hukum (APH).
"Pada akhirnya, jika seseorang sudah berniat dan meskipun telah diedukasi, niat itu masih ada, mereka akan melanggar sistem dan berkolusi," ungkap Arief. "Upaya penindakan adalah langkah terakhir."
Kasus keterlibatan belasan karyawan Kementerian Komdigi dalam kasus judol pada akhir tahun 2024 menjadi sorotan. Penyelidikan mengungkapkan bahwa sejumlah oknum pegawai Kementerian Komdigi terlibat dalam mengamankan puluhan ribu situs judol dari pemblokiran. Selain itu, dua pejabat Kementerian Komdigi juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Dua dari lima tersangka merupakan mantan pejabat Kementerian Komdigi.
Berikut adalah poin-poin penting yang menggarisbawahi situasi ini:
- Pengakuan Kolusi: Kementerian Komunikasi dan Digital mengakui adanya kolusi dalam kasus-kasus besar seperti perjudian daring (judol) dan kebocoran Pusat Data Nasional Sementara (PDNS).
- Sistem Pengawasan Internal: Meskipun sistem pengawasan internal telah dibangun, tindakan kolutif masih menjadi tantangan besar.
- Pencarian Celah: Pelaku fraud cenderung mencari celah dalam sistem dan berkolaborasi dengan pihak lain untuk melakukan tindakan ilegal.
- Upaya Pencegahan: Kementerian telah melakukan sosialisasi sistem pengendalian intern, pemetaan risiko, dan edukasi mengenai korupsi untuk mengurangi niat melakukan fraud.
- Penindakan sebagai Langkah Terakhir: Penindakan dianggap sebagai langkah terakhir setelah upaya edukasi dan penguatan tata kelola dilakukan, seringkali bergantung pada laporan masyarakat atau temuan aparat penegak hukum.
- Kasus Judol dan PDNS: Kasus keterlibatan karyawan dalam perjudian daring (judol) dan korupsi Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) menjadi sorotan utama yang mendorong evaluasi sistem pengawasan internal.