Masjid Quba: Jejak Sejarah dan Transformasi Arsitektur Masjid Pertama dalam Islam

Masjid Quba, sebuah bangunan bersejarah yang terletak di tenggara Kota Madinah, menjadi destinasi ziarah yang penting bagi umat Muslim yang menjalankan ibadah haji dan umrah. Berjarak sekitar lima kilometer dari Masjid Nabawi, masjid ini bukan hanya sekadar tempat ibadah, tetapi juga saksi bisu perjalanan panjang sejarah Islam.

Masjid Quba memegang predikat sebagai masjid pertama yang didirikan oleh Nabi Muhammad SAW pada tahun 1 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 8 Rabiul Awal atau 23 September 622 Masehi. Meskipun saat ini masjid ini berdiri megah dengan arsitektur modern yang didominasi warna putih, lengkap dengan empat menara tinggi dan kubah-kubah yang indah, sejarah mencatat bahwa Masjid Quba dulunya memiliki desain yang sangat sederhana.

Jejak Sejarah Pendirian Masjid Quba

Menurut catatan sejarah, pembangunan Masjid Quba berawal ketika Nabi Muhammad SAW dan para sahabat melakukan hijrah ke Madinah. Mereka kemudian singgah di Quba selama lima hari. Di tempat inilah, di atas sebidang tanah milik keluarga Kalsum bin Hadam yang diwakafkan kepada Nabi, masjid pertama dalam Islam ini didirikan. Kala itu, Quba merupakan kawasan pinggiran Yatsrib (Madinah), terletak sekitar tiga kilometer di selatan.

Riwayat-riwayat menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW sendiri yang merancang desain masjid tersebut. Beliau bahkan turut serta dalam proses pembangunan, mengangkat material bangunan dan bekerja keras bersama para sahabat. Tindakan ini menjadi teladan mulia bagi seorang pemimpin, yang tidak hanya memberi perintah tetapi juga terlibat langsung dalam mewujudkan tujuan bersama.

Pada masa awal pendiriannya, arah kiblat Masjid Quba menghadap ke Baitul Maqdis di Palestina, yang saat itu menjadi kiblat pertama umat Islam. Setelah pembangunan selesai, salat berjamaah pertama kali dilaksanakan di masjid ini.

Evolusi Arsitektur Masjid Quba

Masjid Quba menjadi prototipe bagi masjid-masjid yang dibangun umat Islam di kemudian hari. Bentuk dasarnya adalah persegi empat, dengan serambi di sisi utara yang ditopang oleh tiang-tiang dari pohon kurma. Atapnya datar, terbuat dari pelepah daun kurma yang dicampur dengan tanah liat. Serambi ini berfungsi sebagai tempat salat. Di bagian tengah masjid terdapat ruang terbuka yang disebut sahn, serta sumur untuk berwudu.

Masjid ini memiliki 19 pintu, tiga di antaranya merupakan pintu utama yang digunakan sebagai akses masuk jamaah. Dua pintu diperuntukkan bagi jamaah laki-laki, sementara satu pintu lainnya untuk jamaah perempuan. Di seberang ruang utama masjid terdapat ruang belajar.

Seiring berjalannya waktu, Masjid Quba mengalami perbaikan dan perluasan berkali-kali. Bangunan fisiknya pun mengalami banyak perubahan. Salah satu perubahan signifikan adalah pembangunan empat menara setinggi 47 meter berwarna putih pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Renovasi besar-besaran dilakukan pada masa pemerintahan Raja Fahd bin Abdul Aziz pada tahun 1986. Renovasi ini menelan biaya hingga 90 juta riyal, atau setara dengan sekitar Rp 391 miliar pada saat itu. Hingga kini, arsitektur masjid ini tetap mempertahankan bentuk yang dihasilkan dari renovasi tersebut.

Lantai halaman masjid didesain sebagai ruang terbuka yang dilapisi marmer anti panas. Selain itu, terdapat pula atap bergerak yang dapat terbuka dan tertutup secara otomatis, serta terpal kokoh untuk melindungi jamaah dari terik matahari.

Saat ini, kompleks Masjid Quba memiliki luas mencapai 135 ribu meter persegi, dengan ruang salat utama seluas hampir 5 ribu meter persegi. Sebagai perbandingan, pada zaman Nabi, luas masjid ini hanya 1.200 meter persegi. Transformasi ini menunjukkan perkembangan dan perluasan yang signifikan seiring dengan pertumbuhan umat Islam dan kebutuhan akan ruang ibadah yang lebih luas dan nyaman.