Sidang Kasus Tom Lembong: Kejanggalan Tempus Delicti dan Keberatan Terhadap Dakwaan Korupsi
Sidang Kasus Tom Lembong: Kejanggalan Tempus Delicti dan Keberatan Terhadap Dakwaan Korupsi
Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi impor gula yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (11/3/2025). Dalam persidangan tersebut, Tom Lembong dan kuasa hukumnya, Ari Yusuf Amir, mengajukan keberatan signifikan terkait perbedaan tempus delicti (waktu terjadinya pidana) antara Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dan surat dakwaan jaksa penuntut umum. Keberatan ini menjadi sorotan utama dalam persidangan tersebut.
Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, secara tegas mempertanyakan mengapa rentang waktu penyidikan yang seharusnya mencakup periode 2015-2023, hanya difokuskan pada periode jabatan Tom Lembong (2015-2016). Hal ini dinilai sebagai sebuah kejanggalan dan menimbulkan pertanyaan mengenai kesesuaian antara periode penyidikan dengan tuduhan korupsi yang dialamatkan kepada kliennya. Ia menekankan bahwa pembatasan tempus delicti tersebut merupakan keberatan yang sangat substansial dalam konteks pembuktian perkara ini.
Tom Lembong sendiri turut menyuarakan keberatannya. Ia mempertanyakan mengapa dirinya menjadi satu-satunya tersangka dalam kasus ini. Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa tanggapan jaksa penuntut umum belum mampu menunjukkan secara meyakinkan adanya hubungan antara dugaan pelanggaran undang-undang yang dituduhkan dengan tindak pidana korupsi. Pernyataan ini semakin memperkuat argumen tim pembela yang mempertanyakan validitas dakwaan tersebut.
Menanggapi keberatan tersebut, Hakim Dennie Arsan Fatrika menyatakan bahwa poin-poin keberatan yang disampaikan oleh kuasa hukum terdakwa telah tertuang dalam eksepsi sebelumnya. Hakim menilai bahwa pernyataan kuasa hukum Tom Lembong di persidangan hari ini merupakan pengulangan argumen yang telah disampaikan sebelumnya. Namun, Hakim Dennie menegaskan bahwa Majelis Hakim akan mempertimbangkan semua argumen yang diajukan sebelum mengeluarkan putusan selanjutnya.
Jaksa penuntut umum juga telah menyampaikan tanggapannya atas keberatan yang diajukan. Setelah sesi jawab-menjawab antara kedua belah pihak, Hakim Dennie menyatakan bahwa proses tanggapan telah dianggap cukup. Majelis Hakim akan menentukan sikapnya melalui putusan, yang dapat berupa putusan sela atau putusan akhir. Sidang selanjutnya dijadwalkan pada Kamis (13/3/2025).
Dalam dakwaan yang dibacakan sebelumnya, Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ia dituduh melakukan perbuatan yang dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain atau korporasi, dan menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar. Persidangan selanjutnya akan menentukan langkah hukum selanjutnya terkait kasus ini dan bagaimana Majelis Hakim akan merespon keberatan yang signifikan terkait tempus delicti ini.
Daftar poin keberatan: * Perbedaan tempus delicti antara Sprindik dan surat dakwaan. * Pembatasan tempus delicti hanya pada periode jabatan Tom Lembong. * Kurangnya bukti yang menghubungkan dugaan pelanggaran undang-undang dengan tindak pidana korupsi. * Pertanyaan mengapa hanya Tom Lembong yang menjadi tersangka.