Desakan DPR: Payung Hukum Cegah PHK Massal Jelang Hari Raya dan Perlindungan Maksimal untuk Karyawan Sritex

Desakan DPR: Payung Hukum Cegah PHK Massal Jelang Hari Raya dan Perlindungan Maksimal untuk Karyawan Sritex

Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani Chaniago, mendesak revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan untuk memasukkan pasal yang melarang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal menjelang hari raya besar keagamaan. Desakan ini muncul sebagai respon atas kasus PHK massal 10.965 karyawan PT Sritex yang terjadi beberapa hari sebelum Ramadhan, dengan sisa pesangon dan Tunjangan Hari Raya (THR) yang belum terbayarkan.

Dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI yang membahas permasalahan karyawan Sritex di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/3/2025), Irma menyatakan keprihatinannya atas kondisi tersebut. Ia menekankan pentingnya sanksi tegas bagi perusahaan yang melakukan PHK sepihak menjelang hari raya, khususnya jika disertai tunggakan pesangon dan THR. "Perusahaan yang melakukan tindakan amoral seperti ini harus mendapatkan hukuman yang jelas," tegas Irma. Ia mengusulkan agar klausul tersebut dimasukkan dalam UU Ketenagakerjaan yang sedang direvisi.

Irma menyoroti permasalahan pembayaran pesangon dan THR karyawan Sritex yang akan dibayarkan dari hasil penjualan aset perusahaan. "Itu lagu lama," ujarnya, menyiratkan ketidakpuasan atas janji pembayaran yang belum terealisasi. Ia berpendapat bahwa Sritex, dengan 11 anak perusahaan, seharusnya memiliki kemampuan finansial untuk memenuhi kewajiban kepada karyawan yang di-PHK. Irma mendesak agar anak-anak perusahaan turut bertanggung jawab, bukan malah menagih utang kepada perusahaan induk. "Realokasikan anggaran, jangan semua dibebankan kepada pemerintah," serunya.

Lebih lanjut, Irma menilai tindakan Sritex yang melimpahkan permasalahan akibat kepailitannya kepada pemerintah sebagai bentuk ketidakbertanggungjawaban. Ia pun meminta Kementerian Ketenagakerjaan untuk menekankan mekanisme tanggung renteng kepada Sritex dan anak-anak usahanya. "Jangan karena Sritex mendapatkan dukungan besar dari pemerintah, lalu semua kewajiban dilimpahkan. Ngemplang pajak, pinjam uang besar, perusahaannya banyak, tapi tidak mau bayar THR," tegasnya.

Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menjelaskan bahwa pembayaran pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan THR eks karyawan Sritex akan dilakukan setelah penjualan aset perusahaan. Ia menambahkan bahwa Jaminan Hari Tua (JHT) akan selesai dibayarkan pada 18 Maret 2025, dan Kementerian Ketenagakerjaan tengah membantu para pekerja menyelesaikan administrasi Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) melalui platform Siap Kerja. Namun, penjelasan ini dinilai belum cukup memuaskan oleh anggota DPR, yang menginginkan perlindungan dan kepastian hukum yang lebih kuat bagi para pekerja.

Secara keseluruhan, permasalahan ini menyoroti pentingnya perlindungan hukum bagi pekerja dan perlunya revisi UU Ketenagakerjaan untuk mencegah praktik PHK massal yang tidak manusiawi, terutama menjelang hari raya. Kasus Sritex menjadi bukti nyata betapa rentannya pekerja menghadapi situasi perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan, sehingga diperlukan regulasi yang lebih tegas dan melindungi hak-hak pekerja.

Catatan: Informasi waktu dan tempat kejadian mengacu pada berita asli.