Kampung Tingkihkerep: Tradisi Agustusan Menginspirasi Konservasi Jalak Bali di Tabanan
Di tengah hijaunya persawahan dan lebatnya hutan Desa Tengkudak, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali, sebuah oase konservasi hadir bagi salah satu ikon Pulau Dewata: Jalak Bali. Banjar Tingkihkerep, kini dikenal sebagai Kampung Jalak Bali, menjadi rumah bagi burung endemik yang dilindungi ini, di mana mereka hidup bebas dan berinteraksi dengan manusia.
Awal Mula Sebuah Konservasi
Kisah Kampung Jalak Bali bermula dari tradisi unik warga Banjar Tingkihkerep. Setiap perayaan kemerdekaan Republik Indonesia, masyarakat setempat memiliki kebiasaan melepaskan burung ke alam bebas. Tradisi ini menarik perhatian seorang pelestari Jalak Bali yang kemudian menginisiasi pembentukan Kampung Jalak Bali pada tahun 2024. Pelepasan perdana sebanyak 10 pasang Jalak Bali menjadi tonggak awal konservasi ini.
Kelian Dinas Banjar Tingkihkerep, I Nengah Mahardika, mengungkapkan bahwa tradisi melepaskan burung saat 17 Agustus menjadi inspirasi utama. "Acara di Tingkihkerep ini kemudian didengar salah satu pelestari jalak Bali, hingga akhirnya kampung konservasi ini didirikan," ujarnya.
Kehidupan Jalak Bali di Habitat Alami
Keunikan Kampung Jalak Bali terletak pada interaksi harmonis antara manusia dan burung. Jalak Bali di sini tidak merasa asing dengan kehadiran manusia, bahkan mendekat jika melihat orang membawa makanan seperti jangkrik, pepaya, atau cepaka. Kedekatan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung.
Staf Monitoring Yayasan FNPF (Friend of Nature People & Forest) sekaligus warga setempat, I Wayan Yudi Artana, menjelaskan bahwa populasi Jalak Bali di Kampung Tingkihkerep kini mencapai sekitar 60 ekor. "Dari awal pelepasliaran, kini ada 24 anakan yang lahir dan tumbuh di sini," ungkap Yudi. Setiap induk Jalak Bali memiliki cincin seri di kakinya dengan warna berbeda sebagai penanda.
Namun, Yudi mengakui ada tantangan dalam konservasi ini. Jalak Bali menjadi sedikit tergantung pada manusia karena terbiasa diberi makan. Selain itu, ancaman dari predator seperti kucing juga menjadi perhatian. Meski begitu, lingkungan yang mendukung dengan sawah dan hutan yang luas, serta kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian Jalak Bali, memberikan harapan akan masa depan yang cerah bagi burung ini.
Potensi Ekowisata Berkelanjutan
Kampung Jalak Bali menjadi destinasi wisata baru bagi para pecinta burung. Banyak wisatawan, baik lokal maupun mancanegara, datang untuk menyaksikan langsung habitat Jalak Bali. Waktu terbaik untuk berkunjung adalah pagi dan sore hari, ketika burung-burung aktif mencari makan.
Untuk menarik perhatian Jalak Bali, pengunjung dapat mencoba bersiul. Biasanya, burung-burung tersebut akan mendekat, terutama jika dibawakan makanan kesukaan mereka, seperti jangkrik.
Saat ini, Kampung Jalak Bali belum memungut biaya masuk, hanya menerima donasi sukarela. Fasilitas pendukung seperti ruang informasi, pemandu wisata, toilet, dan lahan parkir masih dalam tahap pengembangan. Namun, semangat konservasi dan keindahan alam yang ditawarkan Kampung Jalak Bali sudah cukup untuk menarik perhatian para pecinta lingkungan dan burung.
Menjaga Kelestarian Jalak Bali
Keberhasilan Kampung Jalak Bali dalam melestarikan Jalak Bali tidak lepas dari dukungan masyarakat Banjar Tingkihkerep. Dengan hanya 107 kepala keluarga, mereka bahu-membahu menjaga kelestarian lingkungan dan melindungi Jalak Bali dari ancaman. Lokasi kampung yang terpencil dan jauh dari jalan utama juga menjadi faktor pendukung, menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi Jalak Bali untuk berkembang biak.
Kampung Jalak Bali bukan hanya sekadar tempat konservasi, tetapi juga simbol harmoni antara manusia dan alam. Kisah sukses ini diharapkan dapat menginspirasi daerah lain untuk melakukan upaya serupa dalam melestarikan keanekaragaman hayati Indonesia.
Kampung Jalak Bali dapat ditemukan dengan mudah melalui aplikasi peta daring dengan kata kunci "Kampoeng Jalak Bali".
Makanan Alami Jalak Bali:
- Serangga
- Buah-buahan lokal (pepaya, cepaka, lempeni)