Relevansi Trisakti dan Pancasila dalam Pembangunan Nasional: Refleksi atas Arah Bangsa

Pencapaian China sebagai kekuatan global bukan semata-mata karena kekayaan atau jumlah penduduknya, melainkan karena penerapan strategi pembangunan nasional yang berakar pada prinsip-prinsip kebangsaan yang sejatinya selaras dengan Trisakti dan Pancasila. Konsep berdaulat dalam politik, mandiri dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan harus diimplementasikan secara menyeluruh dan konsisten untuk mencapai kemajuan bangsa.

Indonesia memiliki potensi besar dengan sumber daya alam yang melimpah, wilayah yang luas, dan keragaman budaya. Namun, potensi ini belum sepenuhnya termanfaatkan karena adanya disorientasi dalam sistem. Keadilan sosial sulit terwujud ketika politik didominasi oleh kepentingan finansial dan ekonomi dikendalikan oleh oligarki. Demokrasi seringkali hanya menjadi rutinitas lima tahunan yang diwarnai dengan transaksi dan manipulasi.

Pancasila seringkali hanya menjadi simbol, bukan nilai yang dihayati. Padahal, Pancasila seharusnya diwujudkan dalam tindakan nyata, keputusan politik, sistem ekonomi, dan kebijakan pendidikan. Keyakinan pada Tuhan, penghormatan terhadap kemanusiaan, penguatan persatuan, penegakan demokrasi yang bijaksana, dan penciptaan keadilan sosial bukan sekadar retorika, melainkan amanat yang harus dilaksanakan.

Kenyataannya, keadilan sosial masih jauh dari harapan. Sebagian besar masyarakat masih terpinggirkan dengan akses terbatas pada pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja. Ketimpangan semakin melebar, dan pembangunan tidak merata. Kegagalan mewujudkan sila kelima Pancasila tidak dapat dipisahkan dari praktik korupsi yang sistematis, biaya politik yang tinggi, dan struktur pemerintahan yang boros.

Pemilu seringkali hanya menjadi ajang perebutan kekuasaan dengan modal finansial besar, bukan arena untuk mengadu gagasan. Sila keempat Pancasila, yang menekankan pada "hikmat kebijaksanaan," seringkali diabaikan. Demokrasi direduksi menjadi sekadar suara terbanyak, padahal seharusnya dipandu oleh kebijaksanaan kolektif demi kepentingan bersama.

Reformasi mendasar pada sistem politik diperlukan. Pembiayaan politik sebaiknya sepenuhnya berasal dari negara untuk memastikan transparansi dan membuka peluang bagi generasi muda yang memiliki integritas dan gagasan, namun tidak memiliki akses terhadap sumber daya finansial yang besar. Kaderisasi yang sehat hanya mungkin terjadi jika sistem memberikan kesempatan yang adil. Jika tidak, partai politik akan terus didominasi oleh pemilik modal dan dinasti politik, yang akan memperlemah demokrasi.

Transparansi dalam keuangan partai politik sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik dan integritas sistem. Tanpa pengawasan yang ketat, partai politik dapat menjadi perpanjangan tangan dari pihak-pihak yang berkepentingan, yang kemudian mengendalikan negara dari balik layar. Dalam situasi seperti itu, negara bukan lagi milik rakyat, melainkan milik kelompok tertentu, dan demokrasi hanya menjadi sandiwara yang diperankan oleh elite.

Fokus harus beralih dari mengandalkan tokoh tertentu ke membangun sistem yang menjamin kesejahteraan lintas generasi. Perlu dihindari gerakan-gerakan identitas sempit yang hanya menawarkan simbol tanpa solusi nyata. Yang dibutuhkan adalah sistem yang menyejahterakan semua warga tanpa memandang asal usul atau identitas.

Kebangkitan Indonesia tidak bisa hanya bergantung pada karisma tokoh atau demagog yang lantang berbicara. Pendidikan politik harus dimulai sejak dini, bukan hanya tentang hak memilih, tetapi tentang bagaimana membangun negara yang adil dan berpihak pada kepentingan rakyat. Pengalaman negara-negara lain yang berhasil membangun dengan pendekatan sistemik dan berbasis nilai dapat menjadi pelajaran berharga.

Vietnam telah membuktikan bahwa industrialisasi dapat dicapai tanpa mengorbankan stabilitas sosial. Malaysia menunjukkan bahwa ketertiban sosial dan pendidikan dapat berjalan seiring. Bahkan, klub Barcelona di Katalonia membangun sistem koperasi yang kuat, dimiliki bersama oleh warga, bukan hanya segelintir elite, sehingga kesejahteraan ekonomi dibangun dari bawah.

Indonesia harus kembali pada akar budayanya. Trisakti dan Pancasila adalah warisan visioner dari para pendiri bangsa yang harus menjadi pedoman dalam setiap langkah ke depan, baik dalam bidang politik, ekonomi, budaya, pendidikan, hukum, kebijakan publik, maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Pembangunan bukan hanya tentang pertumbuhan ekonomi, tetapi juga tentang struktur yang adil, manusia yang utuh, dan martabat bangsa. Indonesia harus mandiri, memimpin dengan hati nurani, dan membangun dengan akal sehat. Di tengah dunia yang semakin mengutamakan kepentingan nasional, Indonesia tidak bisa terus bergantung pada globalisasi. Negara yang kuat adalah negara yang mampu mengatur dirinya sendiri.

Indonesia memiliki semua yang dibutuhkan: sumber daya alam, potensi manusia, dan warisan ideologi yang luhur. Yang dibutuhkan adalah keberanian untuk bertindak, mengubah, dan membangun sistem yang berpihak pada rakyat. Jalan itu adalah Trisakti dan Pancasila, dan tidak ada waktu untuk menunda.