Strategi Baru Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan: Koperasi Digital Sebagai Solusi Pemberdayaan Ekonomi
Meningkatnya Kemiskinan di Perkotaan: Tantangan dan Solusi Inovatif
Arus urbanisasi yang terus meningkat di Indonesia menghadirkan tantangan kompleks, terutama terkait dengan isu kemiskinan di wilayah perkotaan. Para ahli ekonomi menekankan perlunya perubahan strategi dalam program penanggulangan kemiskinan, yang selama ini cenderung terfokus pada wilayah pedesaan. Kini, perhatian perlu dialihkan ke kota-kota besar yang menjadi pusat populasi penduduk Indonesia.
Didik J Rachbini, seorang ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) sekaligus Guru Besar Universitas Paramadina, menyoroti data bahwa sekitar 59% penduduk Indonesia, atau sekitar 167 juta jiwa, kini tinggal di perkotaan. Proyeksi menunjukkan angka ini akan terus bertambah hingga mencapai 70% pada tahun 2045. Pertumbuhan populasi perkotaan yang tidak diimbangi dengan pemerataan kesejahteraan berpotensi memperburuk kondisi kemiskinan di perkotaan.
"Selama ini fokus kita lebih banyak tertuju pada penanggulangan kemiskinan di desa, padahal kantong-kantong kemiskinan di kota juga sangat besar. Pemerintah perlu mengarahkan program yang tepat sasaran untuk masyarakat miskin di perkotaan," ujar Didik.
Koperasi Digital Perkotaan: Model Bisnis Berkeadilan
Sebagai solusi, Didik mengusulkan pengembangan model bisnis koperasi di sektor ekonomi digital perkotaan. Ia mencontohkan model bisnis transportasi daring yang ada saat ini, seperti Gojek, yang meskipun sukses secara teknologi dan bisnis, dinilai belum memberikan kesejahteraan yang memadai bagi para pengemudinya. Menurutnya, model bisnis tersebut cenderung menguntungkan perusahaan, sementara pengemudi tetap berada di posisi yang kurang menguntungkan.
"Model seperti Gojek memang hebat, tetapi pengemudinya jarang mengalami peningkatan kesejahteraan yang signifikan. Mereka cenderung berada di posisi bawah dan hanya menjadi alat produksi yang menguntungkan perusahaan. Ini merupakan ciri kapitalisme murni," jelasnya.
Didik berpendapat bahwa di era pemerintahan yang mengusung ideologi sosialisme pasar, pemerintah seharusnya lebih berpihak pada rakyat dengan mendorong platform transportasi digital berbasis koperasi. Ia mencontohkan Co-op Ride di New York, sebuah platform ride-sharing yang dimiliki dan dikelola oleh para pengemudi sendiri. Model ini dinilai relevan untuk diterapkan di Indonesia.
Implementasi dan Relevansi Ekonomi Konstitusi
Menurut Didik, koperasi digital transportasi lebih layak secara ekonomi dan sosial, mengingat mayoritas penduduk Indonesia kini tinggal di perkotaan. Model ini dinilai lebih relevan dibandingkan dengan koperasi konvensional yang selama ini lebih fokus pada pengembangan desa.
"Jika pemerintah ingin mewujudkan ekonomi konstitusi seperti yang sering disampaikan oleh Presiden dalam bukunya Paradoks Indonesia, maka model koperasi digital ini adalah langkah konkret," kata Didik.
Ia juga menyebutkan bahwa ide ini sejalan dengan pemikiran nasionalisme konstitusional yang menekankan peran negara dalam memastikan ekonomi bergerak demi kepentingan rakyat banyak.
Didik menekankan pentingnya pemerintah untuk membangun platform transportasi digital yang dimiliki oleh pengemudi dan dikelola secara koperasi, baik melalui inisiatif swasta maupun melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ia mencontohkan Danantara sebagai salah satu BUMN yang berpotensi untuk mewujudkan inisiatif ini.
"Koperasi digital transportasi dapat menjadi solusi untuk mengurangi kemiskinan di kota dan meningkatkan kemandirian ekonomi rakyat," pungkasnya.
- Mendorong model bisnis koperasi di sektor ekonomi digital perkotaan.
- Membangun platform transportasi digital milik pengemudi yang dikelola koperasi.
- Mengurangi kemiskinan di kota dan meningkatkan kemandirian ekonomi rakyat.