Gag Nikel Bantah Tuduhan Pencemaran Lingkungan di Raja Ampat, Pastikan Operasi Sesuai Prosedur

Polemik terkait operasional PT Gag Nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, akhirnya menemui titik terang. Perusahaan tambang nikel tersebut secara tegas membantah tuduhan bahwa aktivitas mereka telah mencemari dan merusak kawasan Geopark Raja Ampat yang terkenal dengan keindahan alamnya.

Plt. Presiden Direktur PT Gag Nikel, Arya Arditya, dalam keterangan resminya menyatakan bahwa wilayah operasional pertambangan mereka sama sekali tidak termasuk dalam zona resmi Geopark Raja Ampat. Ia menjelaskan bahwa berdasarkan data geografis yang ada, Geopark Raja Ampat meliputi empat pulau utama, yaitu Waigeo (termasuk Kepulauan Wayang), Batanta, Salawati, dan Misool. Pulau Gag, tempat PT Gag Nikel beroperasi, terletak jauh dari keempat pulau tersebut.

"Kami sangat menyayangkan adanya berita tidak benar yang menyebutkan bahwa PT Gag Nikel telah merusak Pulau Gag," ujar Arya. Ia menekankan bahwa perusahaan telah berupaya semaksimal mungkin untuk menjalankan operasional yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Pengelolaan Lingkungan yang Bertanggung Jawab

PT Gag Nikel mengklaim telah menerapkan standar operasional yang ketat dalam pengelolaan limbah. Perusahaan memiliki sistem drainase, sump pit, dan kolam pengendapan untuk menampung air larian. Air limbah diolah melalui lima kompartemen yang berfungsi sebagai filter dan tempat sedimentasi. Sebelum dibuang ke sungai, air tersebut diukur kadar Total Suspended Solids (TSS)-nya untuk memastikan sesuai dengan baku mutu yang berlaku.

Selain itu, PT Gag Nikel juga telah memperoleh persetujuan teknis Baku Mutu Air Limbah (BMAL) untuk pengelolaan air larian. Perusahaan juga aktif melakukan rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan konservasi terumbu karang di perairan sekitar Pulau Gag.

Arya menjelaskan bahwa residu limbah dari kolam penampungan sedimentasi dipindahkan ke tempat penampungan khusus yang telah ditentukan.

Sejarah Pertambangan dan Dukungan Pemerintah

Arya juga menyoroti fakta bahwa aktivitas pertambangan nikel di Pulau Gag telah berlangsung jauh sebelum Raja Ampat menjadi destinasi wisata populer. Ia menjelaskan bahwa secara geologis, wilayah ini dipengaruhi oleh Sesar Sorong, yang merupakan pertemuan kerak Samudra Pasifik dan kerak Benua Australia. Proses lateritisasi pada singkapan kerak samudra inilah yang menghasilkan mineral nikel.

PT Gag Nikel menegaskan komitmennya untuk terus bekerja sama dengan pemerintah dan menerapkan prinsip-prinsip Good Mining Practices dalam operasionalnya. Arya juga menyebutkan bahwa PT Gag Nikel adalah bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan siap mendukung upaya Menteri Lingkungan Hidup dalam melakukan pendalaman terhadap upaya pemulihan lingkungan yang telah dilakukan perusahaan.

Program Keberlanjutan yang Komprehensif

Sejak mendapatkan Izin Operasi Produksi pada tahun 2017 dan mulai beroperasi pada tahun 2018, PT Gag Nikel telah melaksanakan berbagai program keberlanjutan, di antaranya:

  • Reklamasi Area Tambang: Sejak tahun 2018 hingga Desember 2024, perusahaan telah mereklamasi lahan seluas 131,42 hektare dan menanam lebih dari 350.000 pohon, termasuk 70.000 pohon endemik dan lokal.
  • Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS): PT GAG telah merehabilitasi 666,6 hektare DAS, dengan 231,1 hektare tanaman berhasil tumbuh.
  • Konservasi Terumbu Karang: Program transplantasi terumbu karang seluas kurang lebih 1.000 m² dilaksanakan di kawasan pesisir Raja Ampat, dengan monitoring berkala.
  • Pemantauan Kualitas Lingkungan: Data tahun 2024 menunjukkan bahwa kadar SO₂, NO₂, PM₁₀, dan PM₂.₅ di titik dermaga, tambang, dan lokasi pit tetap jauh di bawah ambang batas. Air limbah tambang memiliki pH stabil (7-8), TSS hanya 5-27 mg/L (baku mutu: 200 mg/L), dan kadar Chromium VI tercatat 0,03-0,07 mg/L (batas: 0,1 mg/L). Tingkat kebisingan di seluruh titik pemantauan tidak melebihi 70 dBA.