Eksploitasi Nikel di Raja Ampat: Ancaman Tersembunyi bagi Ekosistem yang Luas
Meskipun Menteri ESDM menyatakan bahwa lokasi pertambangan nikel tidak bersinggungan langsung dengan destinasi wisata Piaynemo di Raja Ampat, melainkan berjarak 30-40 kilometer, kekhawatiran akan dampak ekologis tetap membayangi. Pernyataan ini memicu perdebatan sengit mengenai potensi ancaman terhadap keanekaragaman hayati Raja Ampat yang ikonik.
Kepala Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan BRIN, Andes Hamuraby Rozak, menegaskan bahwa ekosistem adalah sebuah kesatuan yang tak terpisahkan. Dalam pandangannya, setiap tindakan, sekecil apapun, dapat memicu dampak yang signifikan dalam skala yang lebih besar. Potensi kerusakan akibat aktivitas pertambangan, meskipun terlokalisasi, dapat merambat dan berimplikasi luas pada keanekaragaman hayati secara keseluruhan.
Andes menjelaskan bahwa fokus semata-mata pada perlindungan kawasan wisata mungkin memberikan ilusi keamanan. Namun, keanekaragaman hayati tidak mengenal batasan administratif. Kawasan non-wisata justru dapat menjadi rumah bagi spesies yang lebih beragam dan rentan. Kurangnya penelitian mendalam di Papua, khususnya Raja Ampat, menambah kerentanan ini. Potensi kekayaan alam yang belum terdokumentasi berisiko musnah sebelum sempat diidentifikasi akibat aktivitas pertambangan.
"Pendataan keanekaragaman hayati di Raja Ampat membutuhkan waktu hingga 100 tahun," ungkap Andes, menggarisbawahi betapa mendesaknya perlindungan terhadap wilayah ini.
Pulau Gag, yang menjadi sorotan dalam isu ini, merupakan habitat bagi spesies endemik yang sangat berharga, yaitu Palem Raja Ampat. Spesies palem raksasa ini hanya dapat ditemukan di Raja Ampat, khususnya di Pulau Gag. Aktivitas pertambangan mengancam kelestarian spesies ikonik ini.
Oleh karena itu, Andes menyimpulkan bahwa keanekaragaman hayati Raja Ampat secara keseluruhan tetap berisiko akibat aktivitas pertambangan, tanpa memandang apakah wilayah wisata terdampak langsung atau tidak. Kerusakan lingkungan di satu lokasi dapat memicu efek domino yang merugikan ekosistem secara keseluruhan.
"Pencemaran air laut atau sedimentasi akibat pertambangan dapat menyebar melalui aliran air, terutama saat hujan besar. Faktor-faktor pencemar ini dapat mencapai area yang berjarak 30-40 kilometer, seperti halnya asap dari kebakaran hutan di Kalimantan yang mencapai Singapura," jelas Andes, mengilustrasikan bagaimana dampak lingkungan dapat melampaui batas geografis.