Eks Pejabat Pajak Diperiksa KPK Terkait Dugaan Gratifikasi Puluhan Miliar Rupiah

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil mantan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus, Muhammad Haniv, pada hari Selasa (10/6/2025). Pemanggilan ini terkait dengan pengusutan dugaan tindak pidana gratifikasi yang melibatkan dirinya.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa pemeriksaan terhadap Haniv dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Haniv telah tiba di Gedung KPK sejak pukul 09.40 WIB. Pemeriksaan ini merupakan bagian dari serangkaian penyelidikan yang dilakukan KPK terhadap dugaan praktik korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

Sebelumnya, pada tanggal 12 Februari 2025, KPK telah menetapkan Muhammad Haniv sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi. Penetapan tersangka ini didasarkan pada bukti-bukti yang mengindikasikan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dilakukan oleh Haniv selama masa jabatannya sebagai Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Banten pada tahun 2011 hingga 2015 dan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus pada tahun 2015 hingga 2018.

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa Haniv diduga telah memanfaatkan jabatannya untuk meminta sejumlah uang kepada wajib pajak. Modus operandi yang digunakan adalah dengan mengirimkan surat elektronik (email) kepada sejumlah pengusaha yang merupakan wajib pajak, meminta bantuan modal untuk bisnis fashion yang dijalankan oleh anaknya.

Dari hasil penyelidikan, KPK menemukan bahwa Haniv menerima gratifikasi sebesar Rp 804 juta yang digunakan untuk menunjang bisnis fashion anaknya. Selain itu, KPK juga menemukan adanya aliran dana lain senilai belasan miliar rupiah yang diterima oleh Haniv selama menjabat. Total gratifikasi yang diduga diterima oleh Haniv mencapai Rp 21,5 miliar.

KPK menduga bahwa uang miliaran rupiah tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan asal-usulnya oleh Haniv. Atas perbuatannya tersebut, Haniv diduga melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.