DPRD DKI Jakarta Usulkan Evaluasi Kinerja Pejabat Pemprov Berbasis KPI untuk Tingkatkan Akuntabilitas

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta mengusulkan penerapan sistem evaluasi kinerja berbasis Key Performance Indicator (KPI) bagi para pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Inisiatif ini bertujuan untuk memperkuat pengawasan legislatif terhadap kinerja eksekutif, sehingga menjadi lebih terarah dan terukur.

Ketua DPRD DKI Jakarta, Khoirudin, menyampaikan bahwa selama ini pengawasan legislatif cenderung berfokus pada penyerapan anggaran, tanpa secara mendalam mengukur dampak dari penggunaan anggaran tersebut. Dengan adanya KPI, DPRD akan memiliki tolok ukur yang jelas dan terukur untuk mengevaluasi kinerja para pejabat.

"Ada keinginan dari teman-teman dewan agar pengawasan kita lebih terarah, apa yang akan kita awasi, apa indikatornya. Makanya setiap pejabat di Pemda harus membuat KPI, atau Indikator Kinerja Utama (IKU)," kata Khoirudin di Gedung DPRD DKI Jakarta.

Proses penyusunan KPI akan melibatkan self-assessment dari masing-masing pejabat. Selanjutnya, DPRD akan melakukan peninjauan dan penyesuaian terhadap indikator-indikator tersebut, dengan tujuan untuk mempertajam, memperluas, atau menambahkan elemen-elemen yang relevan.

Sebagai contoh, Khoirudin menyoroti dinas-dinas yang mengelola anggaran besar, seperti Dinas Perhubungan dan Dinas Sumber Daya Air (SDA). Evaluasi kinerja dinas-dinas ini akan didasarkan pada output yang nyata. Untuk Dinas Perhubungan, evaluasi akan mencakup jumlah titik kemacetan yang berhasil diurai setelah alokasi anggaran disetujui. Sementara itu, Dinas SDA akan dievaluasi berdasarkan jumlah titik banjir yang berhasil ditangani setelah menerima anggaran.

Evaluasi berbasis KPI juga akan diterapkan pada pejabat tingkat kelurahan. Dalam hal ini, fokus evaluasi adalah kemampuan lurah dalam menyelesaikan permasalahan warga setelah menerima alokasi anggaran.

"Lurah, setelah kami berikan anggaran, berapa permasalahan yang bisa diselesaikan? Jadi nanti kami mengawasinya dengan mudah karena ada indikator kinerja utama yang akan dijadikan patokan," jelas Khoirudin.

Khoirudin menegaskan bahwa capaian kinerja akan menjadi faktor penting dalam penentuan kebijakan mutasi dan pemberian Tunjangan Kinerja Daerah (TKD). Pejabat yang hanya mencapai kinerja 50-60 persen akan direkomendasikan untuk diganti karena dinilai tidak mampu bekerja secara optimal. Capaian 70 persen akan memberikan kesempatan bagi pejabat untuk melakukan perbaikan, sedangkan capaian 90 persen akan diapresiasi dengan promosi jabatan.

"Saran kami nanti dalam rapat pimpinan, pejabat ini harus diganti karena tidak bisa bekerja, cuma 50 persen, 60 persen hasilnya cukup," tegasnya.

Khoirudin berharap penerapan sistem KPI ini dapat menjadi contoh bagi provinsi lain di Indonesia. Ia menekankan pentingnya KPI dalam memacu kreativitas dan inovasi di kalangan pejabat. Tanpa indikator kinerja yang jelas, pejabat cenderung merasa nyaman berada di zona aman karena merasa TKD yang diterima sudah memadai.

"Harapan saya, Pak Gubernur bersedia untuk sama-sama berkomitmen bekerja meningkatkan kinerja karena kami menggunakan uang rakyat dan tentu harus tetap efektif dalam bekerja," pungkas Khoirudin.