Staf Khusus Mantan Menteri Tenaga Kerja Absen dari Pemeriksaan KPK terkait Dugaan Pemerasan TKA
Staf Khusus Mantan Menteri Tenaga Kerja Absen dari Pemeriksaan KPK terkait Dugaan Pemerasan TKA
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menginformasikan bahwa Luqman Hakim, seorang Staf Khusus dari mantan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri, tidak hadir dalam panggilan penyidik pada hari Selasa, 10 Juni 2025. Ketidakhadiran Luqman Hakim ini terkait dengan pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan pemerasan yang berkaitan dengan pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa Luqman Hakim berhalangan hadir karena alasan kesehatan. "Saksi 3 (Luqman Hakim) tidak dapat hadir karena sakit," ungkap Budi dalam keterangan resminya pada hari Rabu, 11 Juni 2025.
Di sisi lain, dua Staf Khusus dari mantan Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah, yaitu Caswiyono Rusydie Cakrawangsa dan Risharyudi Triwibowo, memenuhi panggilan pemeriksaan di Gedung KPK. Penyidik menduga bahwa kedua staf khusus ini memiliki informasi terkait aliran dana yang berasal dari hasil pemerasan dalam pengurusan izin Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kemenaker.
"Saksi 1 (Caswiyono Rusydie Cakrawangsa) dan 2 (Risharyudi Triwibowo) diperdalam keterangannya terkait tugas dan fungsi mereka, pengetahuan mereka mengenai praktik pemerasan terhadap TKA, serta pengetahuan mereka mengenai aliran dana yang berasal dari hasil pemerasan tersebut," imbuh Budi.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pada hari Kamis, 5 Juni 2025. Penetapan tersangka ini merupakan tindak lanjut dari penyelidikan yang dilakukan oleh KPK.
"Perlu saya sampaikan bahwa per tanggal 19 Mei 2025, KPK telah menetapkan delapan orang tersangka terkait dengan tindak pidana korupsi yang telah saya sebutkan sebelumnya," ujar Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK pada saat itu.
Kedelapan tersangka tersebut adalah:
- Suhartono (SH), mantan Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK).
- Haryanto (HY), Dirjen Binapenta Kemenaker periode 2024-2025.
- Wisnu Pramono (WP), Direktur Pengendalian Penggunaan TKA (PPTKA) Kemenaker tahun 2017-2019.
- Devi Angraeni (DA), Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan Pengendalian Penggunaan TKA.
- Gatot Widiartono (GTW), Kepala Sub Direktorat Maritim dan Pertanian di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja.
- Putri Citra Wahyoe (PCW), staf.
- Jamal Shodiqin (JMS), staf.
- Alfa Eshad (ALF), staf.
KPK mengungkapkan bahwa para tersangka diduga telah menerima uang hasil pemerasan sebesar Rp 53,7 miliar dari para pemohon izin RPTKA selama periode 2019-2024. Jumlah ini merupakan akumulasi dari berbagai praktik pemerasan yang dilakukan oleh para tersangka.
Rincian uang yang diterima oleh masing-masing tersangka adalah sebagai berikut:
- Suhartono: Rp 460 juta
- Haryanto: Rp 18 miliar
- Wisnu Pramono: Rp 580 juta
- Devi Angraeni: Rp 2,3 miliar
- Gatot Widiartono: Rp 6,3 miliar
- Putri Citra Wahyoe: Rp 13,9 miliar
- Alfa Eshad: Rp 1,8 miliar
- Jamal Shodiqin: Rp 1,1 miliar