Industri Baja Nasional di Persimpangan Jalan: Antara Kelebihan Kapasitas dan Ambisi Indonesia Emas

Industri Baja Indonesia Menghadapi Tantangan Kompleks

Industri baja nasional saat ini berada di persimpangan jalan, menghadapi dilema kompleks antara kelebihan kapasitas produksi di satu sisi dan kebutuhan mendesak untuk memenuhi ambisi Indonesia Emas 2045 di sisi lain. Di tengah turbulensi ekonomi global dan proteksionisme perdagangan yang meningkat, Indonesia harus menavigasi lanskap yang menantang untuk memastikan keberlanjutan dan daya saing sektor baja.

Saat ini, Indonesia menghadapi paradoks kelebihan kapasitas di beberapa segmen produk baja, terutama long products. Hal ini disebabkan oleh derasnya investasi baru, termasuk relokasi pabrik dari negara-negara seperti China yang menghadapi masalah overcapacity di dalam negeri. Investasi ini seringkali tidak sejalan dengan pertumbuhan permintaan domestik, sehingga menyebabkan kelebihan pasokan dan ketidakseimbangan pasar.

Namun, untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, Indonesia membutuhkan peningkatan kapasitas baja yang signifikan. Proyek-proyek infrastruktur strategis nasional, seperti Ibu Kota Nusantara (IKN), Giant Sea Walls, Kereta Cepat Jakarta–Surabaya, pengembangan tol laut, dan kawasan industri baru, akan membutuhkan baja dalam jumlah besar. Baja menjadi fondasi vital bagi berbagai sektor strategis, termasuk energi, maritim, pertanian, kendaraan listrik, dan infrastruktur sosial.

Mengurai Benang Kusut: Strategi Menuju Industri Baja yang Berkelanjutan

Diperkirakan permintaan baja nasional akan melonjak hingga lebih dari 100 juta ton per tahun pada tahun 2045. Untuk memenuhi kebutuhan ini, Indonesia perlu mengatasi masalah kelebihan kapasitas saat ini dan merencanakan ekspansi kapasitas di masa depan secara strategis. Kapasitas terpasang industri baja nasional saat ini sekitar 20 juta ton per tahun untuk baja kasar dan 30 juta ton per tahun untuk produk jadi. Namun, utilisasi beberapa segmen masih di bawah 60 persen, yang berdampak pada efisiensi produksi dan daya saing.

Masalah kelebihan kapasitas bukan hanya masalah domestik, tetapi juga tantangan global. Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memperkirakan bahwa kapasitas produksi baja global melebihi permintaan aktual sebesar lebih dari 500 juta ton per tahun, yang menyebabkan penurunan harga dan praktik perdagangan yang tidak adil. Di ASEAN, kapasitas produksi diperkirakan akan meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun mendatang, yang berpotensi memperburuk kelebihan kapasitas regional.

Menghadapi tantangan ini, Indonesia perlu mengadopsi pendekatan yang seimbang dan berorientasi jangka panjang. Beberapa langkah strategis yang perlu dipertimbangkan meliputi:

  • Moratorium Investasi Selektif: Menerapkan moratorium investasi pada segmen produk baja yang sudah mengalami kelebihan kapasitas untuk mencegah pembangunan kapasitas yang sporadis dan tidak terencana.
  • Roadmap Industri Baja Nasional: Menyusun roadmap komprehensif yang memetakan kebutuhan baja nasional secara rinci dan mengarahkan pembangunan kapasitas industri baja secara terarah.
  • Perlindungan Industri Nasional: Mengintegrasikan strategi perlindungan industri dari praktik perdagangan tidak adil dan kebijakan proteksionisme.

Dengan kebijakan yang tepat dan roadmap yang terintegrasi, Indonesia dapat mengatasi dilema pengembangan kapasitas industri baja dan memastikan pembangunan industri baja yang selaras dengan kebutuhan nasional, berdaya saing, dan berkelanjutan. Ini akan menjadi fondasi penting dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.

Daftar Proyek Strategis Nasional:

  • Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN)
  • Giant Sea Walls di Pantai Utara Jawa
  • Proyek Kereta Cepat Jakarta–Surabaya
  • Pengembangan tol laut dan pelabuhan internasional
  • Pembangunan kawasan industri strategis di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi
  • Berbagai proyek pembangunan infrastruktur lainnya seperti jalan tol, rel kereta api, dan jaringan transportasi perkotaan yang masif