Penambangan Nikel di Raja Ampat: Ancaman Serius Bagi Pariwisata dan Konservasi Laut
Penambangan Nikel di Raja Ampat: Ancaman Serius Bagi Pariwisata dan Konservasi Laut
Peringatan Hari Laut Sedunia pada 8 Juni 2025 menjadi momentum bagi para pelaku wisata selam untuk menyuarakan kekhawatiran mendalam terkait aktivitas penambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Indonesia Dive-tourism Company Association (IDCA), sebuah organisasi yang menaungi pelaku usaha wisata selam di Indonesia, menyampaikan kegelisahan ini sebagai bentuk dukungan terhadap pelestarian lingkungan dan pariwisata berkelanjutan, sejalan dengan visi Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Raja Ampat, destinasi wisata selam kelas dunia, terancam oleh aktivitas penambangan nikel yang berpotensi merusak ekosistem laut yang unik dan menjadi daya tarik utama bagi wisatawan. Sektor pariwisata Indonesia sangat bergantung pada keindahan alam, dengan lebih dari 60% daya tarik wisata berasal dari kekayaan alam. Studi UNDP dan BRIN menunjukkan bahwa konservasi berbasis masyarakat dan ekowisata memberikan manfaat ekonomi tanpa merusak lingkungan.
Dampak Ekonomi dan Ekologis
Pada tahun 2024, Raja Ampat dikunjungi oleh sedikitnya 30.000 wisatawan, di mana 70% adalah wisatawan mancanegara. Pariwisata menyumbang sekitar Rp 150 miliar per tahun sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten. Nilai ekonomi Raja Ampat jauh lebih besar dari sekadar angka-angka di atas kertas. Papua telah ditetapkan sebagai provinsi konservasi sejak 2018. Pembangunan di wilayah ini harus mengikuti prinsip-prinsip konservasi dan pembangunan berkelanjutan.
Kawasan Konservasi Perairan Raja Ampat meliputi sekitar 2.000.109 hektar, dengan tujuh zona perlindungan (MPAs), termasuk Selat Dampier, Misool, Kepulauan Ayau-Asia, dan Fam. Lokasi tambang saat ini berada di zona penyangga, dekat Pulau Kawe, Wayag, dan jalur migrasi satwa laut. Tumpukan sedimen dari aktivitas pertambangan nikel berpotensi mengganggu kawasan perlindungan satwa laut. Lumpur tambang dapat terbawa arus laut hingga Wayag, menghalangi sinar matahari, merusak terumbu karang, dan mengancam habitat penting seperti zona migrasi manta ray di Eagle Rock Dive Site.
Kerusakan Reputasi dan Permohonan Tindakan
Penambangan nikel di Raja Ampat dapat menghancurkan reputasi Indonesia di mata dunia sebagai destinasi wisata selam yang unggul. Meskipun pembangunan nasional membutuhkan strategi multisektor, termasuk pengembangan industri nikel, tidak semua wilayah cocok untuk ditambang. Diperlukan solusi yang saling menguntungkan antara sektor pertambangan dan pariwisata.
IDCA meminta Presiden Prabowo Subianto untuk:
- Mencabut izin tambang di seluruh kawasan Raja Ampat secara permanen.
- Memperluas zona larangan (no take zone) dan zona penyangga di antara Kawe & Wayag.
- Mendorong ekonomi hijau dan ekowisata berbasis masyarakat lokal.
- Melibatkan masyarakat adat dan nelayan lokal dalam pengawasan dan pengelolaan kawasan.
IDCA meyakini bahwa Presiden Prabowo Subianto dapat memahami bahwa pembangunan tidak boleh mengorbankan aset alam dan budaya yang tak ternilai. Pembatalan izin tambang, penataan ulang zona strategis, dan penguatan tata kelola konservasi akan menjadi teladan bagi dunia bahwa Indonesia dapat memimpin pembangunan hijau yang adil, lestari, dan berpihak kepada rakyat.