Gugatan Ijazah Jokowi: Pengadilan Tolak Upaya Intervensi Pihak Ketiga

Pengadilan Negeri (PN) Solo menolak permohonan intervensi dalam gugatan terkait dugaan ijazah palsu yang melibatkan Presiden Joko Widodo. Putusan ini disambut baik oleh penggugat, Muhammad Taufiq, yang menganggapnya sebagai kemenangan awal sebelum memasuki pokok perkara.

Gugatan dengan nomor perkara 99/Pdt.G/2025/PN Skt diajukan oleh Taufiq, yang mewakili kelompok bernama TIPU UGM (Ijazah Palsu Usaha Gakpunya Malu). Sidang yang berlangsung pada Kamis, 12 Juni 2025, di PN Solo, memutuskan untuk tidak mengabulkan permohonan intervensi yang diajukan oleh sejumlah alumni SMA Negeri 6 Solo, yang merupakan almamater Presiden Jokowi. Majelis hakim berpendapat bahwa pihak yang mengajukan intervensi tidak memiliki kepentingan hukum yang sama dengan perkara yang sedang berjalan.

Taufiq menjelaskan bahwa penolakan intervensi didasarkan pada tiga alasan utama:

  • Tidak adanya kepentingan hukum yang sama antara pihak intervenor dengan perkara pokok.
  • Tidak terdapat hak yang perlu dipertahankan oleh pihak intervenor dalam perkara ini.
  • Tidak adanya kerugian langsung yang dialami oleh pihak intervenor akibat perkara ini.

Dengan ditolaknya permohonan intervensi, proses persidangan akan berlanjut ke tahap jawaban eksepsi, di mana pihak tergugat akan menyampaikan sanggahan terhadap pokok gugatan. Taufiq berharap proses hukum dapat berjalan adil dan mencapai kebenaran.

Andika Dian Prasetyo, kuasa hukum Taufiq, menyatakan kepuasannya atas putusan sela yang dikeluarkan oleh hakim. Ia mengakui bahwa perjuangan hukum masih panjang, namun putusan ini memberikan semangat baru bagi pihaknya. Andika menegaskan bahwa putusan ini baru merupakan awal dari serangkaian proses persidangan yang akan dihadapi.

Dalam gugatan ini, Presiden Joko Widodo menjadi salah satu pihak tergugat, selain Komisi Pemilihan Umum (KPU) Solo, SMA Negeri 6 Solo, dan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Gugatan ini menjadi sorotan publik dan memicu berbagai reaksi dari berbagai pihak.