Presiden Prabowo Soroti Kinerja BUMN dan Ketergantungan pada PMN

Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini menyampaikan kritik pedas terhadap kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait efisiensi dan ketergantungan pada Penyertaan Modal Negara (PMN). Dalam sebuah forum yang membahas infrastruktur, presiden mengungkapkan kekecewaannya terhadap BUMN yang dinilai kurang responsif terhadap pemborosan dan cenderung mengandalkan suntikan modal dari negara.

Menurut Prabowo, praktik meminta PMN seolah menjadi solusi instan bagi BUMN yang mengalami kesulitan. Beliau mempertanyakan frekuensi permintaan PMN yang menurutnya tidak lazim dalam praktik bisnis internasional. Presiden menekankan bahwa perusahaan-perusahaan besar di tingkat global umumnya tidak bergantung pada suntikan modal pemerintah seperti yang kerap terjadi di Indonesia.

Presiden Prabowo menyoroti bahwa BUMN terkesan santai dan kurang peduli terhadap efisiensi karena merasa selalu ada Kementerian Keuangan yang siap memberikan PMN sebagai solusi. Hal ini menurutnya dapat menghambat inovasi dan daya saing BUMN di era globalisasi.

"PMN, PMN, apa ini PMN ini? Ya kan? Kalau kita tanya perusahaan besar internasional dia ada nggak PMN?," ujar Presiden Prabowo dengan nada bertanya.

Sebagai solusi, Presiden Prabowo mendorong peningkatan peran sektor swasta dalam pembangunan infrastruktur. Beliau meyakini bahwa perusahaan swasta, terutama yang memiliki standar internasional, cenderung lebih efisien, modern, dan mampu menyelesaikan proyek tepat waktu dengan anggaran yang terkontrol. Presiden menekankan bahwa pemerintah akan lebih aktif menggandeng pihak swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur.

Prabowo menambahkan, sektor swasta, terutama yang berskala internasional, seringkali menunjukkan keunggulan dalam efisiensi, penggunaan teknologi modern, dan kemampuan mencapai target proyek dengan tepat waktu serta pengelolaan anggaran yang ketat.

Dalam arahannya, Presiden Prabowo menegaskan bahwa untuk proyek infrastruktur ke depan, peran swasta harus lebih dominan. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.