Peserta Asuransi Kesehatan Swasta Akan Menanggung Sebagian Klaim: Upaya Mendorong Efisiensi dan Kesadaran Kesehatan

Kebijakan Co-Payment dalam Asuransi Kesehatan Swasta: Tinjauan Menteri Kesehatan

Jakarta - Implementasi aturan baru yang tertuang dalam SEOJK Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan menuai perhatian. Aturan ini mengatur bahwa peserta asuransi kesehatan akan menanggung sebagian kecil atau 10 persen dari klaim layanan kesehatan. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memberikan tanggapannya terkait regulasi yang akan berlaku khusus untuk asuransi swasta ini.

"Saya belum sepenuhnya memahami detail aturan ini, tetapi sepengetahuan saya, ketentuan ini berlaku untuk asuransi swasta," ujar Menkes Budi kepada wartawan. Ia menambahkan bahwa dirinya masih perlu mempelajari lebih lanjut isi aturan tersebut secara menyeluruh sebelum memberikan komentar yang lebih mendalam.

Meski demikian, Menkes Budi secara prinsip menilai bahwa sistem co-payment ini dapat memberikan nilai edukatif bagi para pemegang polis asuransi kesehatan swasta. Ia mencontohkan dengan asuransi kendaraan bermotor, di mana pemilik kendaraan tetap harus membayar sejumlah biaya tertentu saat terjadi klaim akibat kecelakaan.

"Menurut saya, ada sisi positif dari adanya co-payment ini. Ini mirip dengan asuransi kendaraan, di mana jika terjadi kecelakaan, kita tetap harus membayar sebagian biaya. Dengan demikian, kita menjadi lebih berhati-hati dalam berkendara," jelasnya.

Menkes Budi melihat konsep yang sama dapat diterapkan dalam konteks kesehatan. Ia berpendapat bahwa co-payment dapat mendorong masyarakat untuk lebih proaktif dalam menjaga kesehatan mereka.

"Saya pikir ini juga bagus untuk mendidik para pemegang polis asuransi swasta agar mereka lebih menjaga kesehatan dan tidak mudah sakit," imbuhnya.

Tujuan dan Implementasi Kebijakan Co-Payment

Sistem co-payment mengharuskan peserta asuransi untuk menanggung sebagian kecil dari total biaya layanan kesehatan, sementara sisanya ditanggung oleh perusahaan asuransi. Kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan laju inflasi medis dan mencegah penggunaan layanan kesehatan yang berlebihan oleh pemegang polis (over-utilization).

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya telah menyampaikan bahwa SEOJK No.7/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan akan mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2026, dengan masa penyesuaian hingga 31 Desember 2026 bagi polis yang diperpanjang secara otomatis.

OJK juga menegaskan bahwa skema co-payment diterapkan untuk menahan laju inflasi medis yang secara rata-rata 2-3 kali lebih tinggi dari inflasi umum di Indonesia. Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk menekan premi asuransi agar tetap terjangkau dalam jangka panjang dan mengurangi potensi moral hazard.

"Co-payment diharapkan dapat membuat peserta lebih bijak dalam memanfaatkan layanan medis, sekaligus menekan moral hazard," tulis OJK dalam dokumen FAQ resmi.

Dengan adanya kebijakan co-payment, diharapkan masyarakat sebagai pemegang polis asuransi swasta akan lebih bijak dalam menggunakan fasilitas layanan kesehatan. Masyarakat juga diharapkan lebih peduli terhadap kesehatan, serta melakukan tindakan preventif agar tidak mudah sakit. Hal ini diharapkan dapat menekan biaya layanan kesehatan dan menjaga keberlangsungan program asuransi kesehatan swasta di Indonesia.