Kasus Dugaan Mafia Tanah di Bantul: Korban Wariskan Harapan pada Penyelidikan Polda DIY
Bryan Manov Qrisna Huri, seorang warga Bantul, Yogyakarta, saat ini tengah menanti perkembangan terbaru dari pihak kepolisian terkait kasus dugaan mafia tanah yang menimpanya. Pria berusia 35 tahun ini menjadi korban setelah sertifikat tanah warisan keluarganya diduga berpindah tangan secara ilegal.
Bryan mengungkapkan kekecewaannya atas lambatnya perkembangan kasus ini. Ia berharap agar pihak berwajib dapat segera menindaklanjuti laporannya dan menyeret para pelaku ke ranah hukum. Lebih dari itu, Bryan juga berharap agar sertifikat tanah warisan keluarganya dapat segera dikembalikan.
"Belum ada perkembangan signifikan. Kami masih menunggu proses dari Polda DIY," ujar Bryan, seperti dikutip pada Jumat (13/6/2025). Bryan mengungkapkan bahwa dirinya telah dimintai keterangan oleh pihak kepolisian pada Selasa (6/5/2025) lalu. Ia berharap agar kasus ini segera menemui titik terang dan keadilan dapat ditegakkan.
Kasus ini bermula ketika Bryan hendak mengurus warisan tanah dari orang tuanya. Namun, ia terkejut saat mengetahui bahwa tanah tersebut telah berpindah tangan ke pihak lain dan bahkan diagunkan ke bank. Bryan menduga bahwa ada oknum yang memanfaatkan ketidaktahuannya untuk melakukan praktik mafia tanah.
- Awal mula kejadian terjadi pada Agustus 2023, ketika orang tua Bryan meminta bantuan seorang pria berinisial TR untuk memecah sertifikat tanah.
- Setelah itu, tidak ada kabar lebih lanjut mengenai proses pemecahan sertifikat tersebut.
- Pada November atau Desember 2024, pihak bank datang ke rumah Bryan untuk menagih angsuran. Bryan terkejut karena tanahnya telah diagunkan atas nama seseorang bernama MA, yang tidak ia kenal.
- Bryan kemudian melakukan pengecekan dan mendapati bahwa sertifikat tanah telah berubah nama menjadi Muhammad Ahmadi.
Tanah seluas 2.275 meter persegi tersebut, yang terdiri dari rumah tinggal dan bangunan kos, terletak di Tamantirto, Kasihan, Bantul. Nilai total tanah tersebut diperkirakan mencapai Rp 9 miliar. Bryan mengaku tidak mengetahui secara pasti mengenai proses pengagunan tanah ke bank.
Bryan menjelaskan bahwa keluarganya sudah mengenal TR, yang merupakan seorang makelar tanah. TR sering berkunjung ke rumah mereka untuk bersilaturahmi. Awalnya, tanah tersebut atas nama Sutono Rahmadi, ayah Bryan. Sebelum meninggal dunia, Sutono Rahmadi berpesan agar tanah tersebut diwariskan kepada anak-anaknya. Selama proses pengurusan waris pada tahun 2024, Bryan hanya diminta untuk menandatangani dokumen sebanyak satu kali dan tidak pernah bertemu dengan notaris.
Bryan dijanjikan bahwa proses pengurusan waris akan selesai dalam waktu tiga bulan. Namun, setelah berganti tahun, tidak ada kabar lebih lanjut. Bryan kemudian terkejut saat menerima tagihan dari bank.
Setelah mengetahui adanya kejanggalan, Bryan mencoba menelusuri kasus ini dan menemukan adanya keterkaitan dengan kasus Mbah Tupon. Ia kemudian berkoordinasi dengan pihak kelurahan. Bryan telah melaporkan kasus ini ke Polda pada tanggal 30 April. Ia melaporkan TR, yang merupakan pemegang sertifikat pertama.
Bryan juga mengungkapkan bahwa TR memindahtangankan tanah tersebut ke TRY, yang juga terlibat dalam kasus Mbah Tupon. Bryan telah berkoordinasi dengan Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, untuk membantu memulihkan sertifikat tanahnya. Ia juga berencana untuk menyurati BPN dan pihak bank agar tanah tersebut tidak dilelang.
Bryan berharap agar pihak kepolisian dapat segera mengungkap kasus ini dan menyeret para pelaku mafia tanah ke pengadilan. Ia juga berharap agar sertifikat tanah warisan keluarganya dapat segera dikembalikan sehingga ibunya dapat beristirahat dengan tenang.