Pemerintah Indonesia Menolak Kembalinya Hambali Jika Dibebaskan dari Guantanamo
Pemerintah Indonesia telah mengambil sikap tegas untuk tidak mengizinkan Encep Nurjaman, yang lebih dikenal sebagai Hambali, kembali ke tanah air jika kelak dibebaskan dari tahanan militer Amerika Serikat (AS) di Guantanamo Bay, Kuba.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menjelaskan bahwa keputusan ini didasari oleh ketidakjelasan status kewarganegaraan Hambali. Menurut Yusril, saat ditangkap, Hambali tidak membawa dokumen yang membuktikan kewarganegaraannya sebagai WNI. Bahkan, yang bersangkutan justru menunjukkan paspor dari negara lain.
"Secara hukum, jika seseorang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan Indonesia, maka status WNI-nya dianggap gugur. Jika nantinya Hambali dibebaskan, kami tidak akan mengizinkan dia kembali masuk ke wilayah Indonesia," tegas Yusril dalam keterangan persnya.
Yusril menambahkan bahwa proses hukum yang sedang berjalan terhadap Hambali sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah Amerika Serikat. Indonesia menyerahkan sepenuhnya proses peradilan kepada sistem hukum yang berlaku di AS.
Status Kewarganegaraan Hambali Dipertanyakan
Hambatan utama yang menghalangi kembalinya Hambali ke Indonesia adalah status kewarganegaraannya yang tidak jelas. Saat penangkapannya di Thailand, Hambali tidak dapat menunjukkan paspor Indonesia, melainkan paspor dari dua negara asing. Fakta ini menimbulkan keraguan mengenai status kewarganegaraannya.
"Hambali ditangkap tidak menunjukkan paspor Indonesia, tetapi paspor negara lain. Hingga kini, kita belum memperoleh data yang sahih dan dokumen resmi yang membuktikan statusnya sebagai WNI," jelas Yusril.
Indonesia menganut prinsip single citizenship, atau kewarganegaraan tunggal. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan mengatur bahwa seseorang otomatis kehilangan kewarganegaraan Indonesia apabila secara sadar memperoleh kewarganegaraan asing.
"Sesuai hukum yang berlaku, jika seseorang telah menjadi warga negara asing dan tidak ada permohonan resmi untuk kembali menjadi WNI, maka Indonesia tidak dapat mengklaimnya sebagai warga negara kita," tegas Yusril.
Perubahan Sikap Pemerintah
Sikap pemerintah saat ini berbeda dengan pernyataan yang pernah dilontarkan pada awal tahun 2025. Saat itu, Yusril sempat mewacanakan pemulangan Hambali, dengan alasan bahwa negara memiliki tanggung jawab terhadap warga negaranya yang ditahan di luar negeri.
"Kita juga concern dengan seorang warga negara Indonesia atau WNI yang mungkin saya masih ingat namanya Hambali, yang terlibat dalam kasus bom Bali pada tahun 2002," ujar Yusril pada Januari 2025.
Namun, Yusril menekankan bahwa saat itu belum ada keputusan final terkait wacana pemulangan tersebut. Beliau juga menambahkan bahwa proses peradilan Hambali di Amerika Serikat belum dimulai, sehingga pembahasan mengenai pemulangan masih terlalu dini.
Jejak Teror Hambali
Hambali, yang lahir di Cianjur, Jawa Barat, dikenal sebagai tokoh sentral jaringan Jemaah Islamiyah. Ia diduga kuat menjadi penghubung antara JI dan organisasi teroris Al Qaeda di Asia Tenggara. Namanya mencuat setelah diduga menjadi otak di balik serangkaian serangan teror mematikan di Indonesia dan Asia Tenggara.
Beberapa aksi teror yang diduga melibatkan Hambali:
- Bom Bali 2002 (menewaskan 202 orang)
- Serangan bom di depan rumah Duta Besar Filipina (menewaskan 2 orang)
- Serangan bom di Atrium Senen (melukai 7 orang)
- Serangan terhadap Kedutaan Besar Australia (menewaskan 10 orang)
- Bom Bali II (merenggut 20 nyawa)
- Pengeboman Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton (menewaskan 9 orang)
- Serangkaian serangan bom malam Natal tahun 2000
Hambali ditangkap dalam operasi gabungan CIA dan aparat Thailand pada tahun 2003. Setelah sempat ditahan di sejumlah penjara rahasia CIA, ia dipindahkan ke Guantanamo pada tahun 2006 dan masih menjalani proses hukum di sana.