Bandara Kertajati: Investasi Raksasa dengan Tingkat Pemanfaatan yang Memprihatinkan

Bandara Kertajati: Investasi Raksasa dengan Tingkat Pemanfaatan yang Memprihatinkan

Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, sebuah proyek ambisius dengan investasi triliunan rupiah, kini menghadapi tantangan serius terkait tingkat pemanfaatan yang rendah. Sempat digadang-gadang sebagai motor penggerak ekonomi Jawa Barat, bandara ini justru mengalami kerugian yang signifikan, memicu pertanyaan tentang akar permasalahan yang mendasarinya.

Gubernur Jawa Barat sebelumnya sempat menyoroti kerugian tahunan yang mencapai puluhan miliar rupiah. Padahal, pembangunan bandara ini menelan biaya yang sangat besar, bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jawa Barat. Proyek ini telah menjadi perdebatan bahkan sebelum pembangunannya dimulai pada tahun 2015, sejak era kepemimpinan Gubernur Ahmad Heryawan dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Meskipun mendapat penolakan, pemerintah tetap melanjutkan proyek ini, bahkan memasukkannya ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Akar Permasalahan Menurut Pengamat

Pakar transportasi perkotaan, Djoko Setijowarno, mengidentifikasi beberapa faktor yang menyebabkan Bandara Kertajati terus merugi. Salah satunya adalah pengelolaan yang dinilai kurang optimal oleh pengelola bandara. Djoko menyarankan agar pengelolaan bandara diserahkan sepenuhnya kepada PT Angkasa Pura atau InJourney, yang memiliki pengalaman dan jaringan yang lebih luas di industri penerbangan. Saat ini, Angkasa Pura sebenarnya telah memiliki sebagian saham di PT Bandarudara Internasional Jawa Barat (BIJB), sebuah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Djoko berpendapat bahwa BIJB sebagai BUMD sebaiknya fokus pada pengembangan area bandara di darat, termasuk penyediaan transportasi yang memadai dari dan menuju bandara. Ia mengakui bahwa aksesibilitas ke Bandara Kertajati sudah cukup baik, namun belum diimbangi dengan potensi penumpang yang memadai dari daerah-daerah di sekitarnya.

Potensi Penumpang dan Tantangan Aksesibilitas

Djoko menekankan bahwa mayoritas penumpang Bandara Kertajati berasal dari wilayah hinterland seperti Cirebon, Brebes, Indramayu, dan Majalengka. Potensi penumpang dari kawasan Bandung Raya juga dapat dimaksimalkan dengan adanya Tol Cisumdawu. Namun, banyak warga Bandung lebih memilih terbang melalui Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta atau Bandara Soekarno-Hatta di Tangerang. Oleh karena itu, Djoko menyarankan agar BIJB menyediakan transportasi publik yang memadai dari Bandung ke Bandara Kertajati.

Realitas Pemanfaatan Bandara

Bandara Kertajati memiliki luas 1.800 hektare dengan dua landasan pacu dan terminal penumpang seluas 121.000 meter persegi, serta terminal kargo seluas 90.000 meter persegi. Namun, dengan infrastruktur yang megah ini, bandara tersebut belum dimanfaatkan secara optimal karena minimnya penerbangan. Akibatnya, PT BIJB menanggung kerugian yang signifikan.

Bandara ini awalnya diproyeksikan dapat melayani hingga 12 juta penumpang per tahun pada tahun 2024 dan mencapai 29,3 juta penumpang per tahun pada tahun 2032. Namun, pada tahun 2024, pergerakan penumpang dari dan menuju Bandara Kertajati hanya mencapai 413.240 penumpang. Dari jumlah tersebut, 82,8 persen merupakan penerbangan domestik dan 17,2 persen merupakan penerbangan internasional. Angka ini hanya sekitar 3 persen dari target 12 juta penumpang per tahun. Bahkan, pada tahun 2023, jumlah penumpang yang naik turun di bandara ini hanya 135.535 penumpang.