Kontroversi Kematian Warga Nduga: Klaim TNI Dibantah Koalisi Sipil Soal Dugaan Penyiksaan
Kontroversi Kematian Warga Nduga: Klaim TNI Dibantah Koalisi Sipil Soal Dugaan Penyiksaan
Kematian Abral Wakdikbo di Nduga, Papua Pegunungan, memicu perbedaan keterangan antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus HAM. TNI membantah tudingan penyiksaan yang menyebabkan kematian Abral, sementara Koalisi Sipil menduga kuat adanya pelanggaran HAM berat.
Versi TNI: Abral Tewas Saat Melarikan Diri
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen Kristomei Sianturi, menyatakan bahwa Abral Wandikbo, yang disebut sebagai anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM), tewas saat berusaha melarikan diri dan terjatuh ke jurang. Menurut Kristomei, Abral awalnya bersedia menunjukkan lokasi penyimpanan senjata di Kampung Kwit. Namun, saat dibawa sebagai penunjuk jalan, Abral berusaha melarikan diri.
"Saat di tengah perjalanan melarikan diri, kemudian prajurit TNI mengeluarkan tembakan peringatan. Tetapi yang bersangkutan tetap melarikan diri dan melompat ke arah jurang," ujar Kristomei.
TNI mengklaim memiliki bukti bahwa Abral adalah anggota OPM, berupa foto yang bersangkutan membawa senjata M-16 A2. Menanggapi temuan jenazah Abral dengan kondisi mengenaskan, TNI membantah terlibat dalam tindakan keji tersebut. Kristomei justru menuding OPM sebagai pihak yang melakukan kekejaman.
Versi Koalisi Sipil: Abral Diduga Disiksa dan Dibunuh
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus HAM menyampaikan versi yang berbeda. Mereka menyatakan bahwa Abral Wandikbo adalah warga sipil yang ditangkap secara sewenang-wenang oleh aparat TNI pada 22 Maret 2025, tanpa bukti yang sah. Koalisi membantah Abral terlibat dalam kelompok bersenjata atau aktivitas pro-kemerdekaan.
"Justru sebaliknya, almarhum dikenal aktif membantu aparat dalam pembangunan kembali lapangan terbang Yuguru, demi memfasilitasi mobilitas masyarakat," tulis Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus HAM.
Menurut Koalisi, Abral ditangkap saat pemeriksaan rumah warga dan dibawa ke pos TNI di lapangan terbang Yuguru. Jenazahnya ditemukan pada 25 Maret 2025 dengan kondisi mengenaskan: telinga, hidung, dan mulut hilang, kaki dan betis melepuh, serta kedua tangan terikat borgol plastik.
"Koalisi menduga kuat bahwa Abral menjadi korban penyiksaan berat sebelum akhirnya dibunuh. Ironisnya, sebelumnya aparat TNI menyampaikan kepada keluarga bahwa Abral akan dipulangkan dalam keadaan hidup, namun kemudian menyebarkan narasi menyesatkan bahwa korban melarikan diri," lanjut pernyataan Koalisi.
Laporan ke Komnas HAM
Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus HAM telah melaporkan kasus ini ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada 13 Juni 2025. Mereka mendesak Komnas HAM untuk mengusut tuntas dugaan pelanggaran HAM berat dalam kasus kematian Abral Wandikbo. Koalisi menyoroti pelanggaran hak Abral untuk hidup, tidak disiksa, dan mendapatkan pendampingan hukum saat ditangkap.
Kasus ini menjadi sorotan karena perbedaan keterangan yang mencolok antara TNI dan kelompok sipil. Penyelidikan yang transparan dan independen diharapkan dapat mengungkap fakta sebenarnya di balik kematian Abral Wandikbo dan membawa keadilan bagi korban serta keluarganya.
Berikut point penting dari berita diatas: * Perbedaan klaim antara TNI dan Koalisi Sipil mengenai penyebab kematian Abral Wandikbo. * TNI mengklaim Abral tewas saat melarikan diri dan merupakan anggota OPM. * Koalisi Sipil menduga Abral disiksa dan dibunuh oleh aparat TNI. * Koalisi Sipil telah melaporkan kasus ini ke Komnas HAM. * Kasus ini menyoroti isu HAM di Papua dan perlunya penyelidikan independen.