Indonesia Kehilangan Dominasi di Pasar Wisata Halal Global
Indonesia, yang sempat menjadi pemimpin bersama Malaysia dalam peta wisata halal global, mengalami penurunan peringkat yang signifikan dalam Global Muslim Travel Index (GMTI) 2025. Penurunan ini menandai perubahan lanskap kompetitif yang semakin ketat di sektor pariwisata yang terus berkembang ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia dan Malaysia telah menjadi kekuatan dominan dalam menarik wisatawan Muslim. Malaysia secara konsisten menduduki peringkat teratas sejak 2015, dengan Indonesia sesekali berbagi posisi teratas pada tahun 2019, 2023, dan 2024. Namun, pada tahun 2025, Indonesia merosot ke posisi kelima, sementara Malaysia kembali memegang posisi puncak sendirian.
GMTI, sebuah indeks tahunan yang disusun oleh Mastercard dan CrescentRating, berfungsi sebagai tolok ukur untuk mengevaluasi kinerja berbagai tujuan wisata di seluruh dunia dalam menarik wisatawan Muslim. Indeks ini mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk aksesibilitas, lingkungan yang ramah Muslim, layanan yang tersedia, dan efektivitas strategi pemasaran. GMTI memberikan wawasan berharga tentang tren dan perkembangan yang membentuk industri pariwisata halal global.
Menurut Taufan Rahmadi, seorang pengamat pariwisata, penurunan peringkat Indonesia mencerminkan intensifikasi persaingan global. Negara-negara seperti Turki, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab telah membuat kemajuan substansial, yang didorong oleh investasi besar-besaran dalam infrastruktur, promosi digital, dan pengembangan ekosistem halal yang komprehensif.
Indonesia mencapai kinerja puncaknya pada tahun 2019 dan berhasil mempertahankan posisinya hingga tahun 2024. Namun, penurunan peringkat saat ini berfungsi sebagai peringatan bahwa keunggulan Indonesia tidak dapat dipertahankan tanpa inovasi berkelanjutan dan peningkatan layanan. Mempertahankan daya saing membutuhkan pendekatan proaktif untuk memenuhi kebutuhan dan harapan yang terus berkembang dari wisatawan Muslim.
Industri pariwisata halal global mengalami pertumbuhan yang signifikan, dengan perkiraan 186 juta kunjungan wisatawan Muslim internasional pada tahun 2025. Angka ini diharapkan akan terus meningkat, mencapai 245 juta pada tahun 2030, dengan total pengeluaran wisatawan diperkirakan mencapai 235 miliar USD. Proyeksi ini menggarisbawahi dampak ekonomi yang besar dari sektor pariwisata Muslim secara global.
Peningkatan permintaan untuk wisata halal mendorong pertumbuhan ini. Tren ini semakin meluas di negara-negara non-Muslim, menciptakan tujuan baru dan memperluas cakupan pasar wisata Muslim. Karena sektor ini terus berkembang, pelaku industri harus beradaptasi dan berinovasi untuk memenuhi kebutuhan khusus dari para pelancong ini.
Sektor pariwisata Muslim menawarkan peluang ekonomi yang signifikan dan terus menjadi pasar strategis yang berhak mendapat perhatian yang cermat dalam industri pariwisata global.
Untuk lebih jelasnya, berikut daftar faktor yang memengaruhi daya saing destinasi wisata muslim:
- Aksesibilitas: Kemudahan mencapai destinasi, termasuk konektivitas transportasi dan infrastruktur.
- Lingkungan Ramah Muslim: Ketersediaan fasilitas dan layanan yang memenuhi kebutuhan wisatawan Muslim, seperti masjid, restoran halal, dan akomodasi yang sesuai.
- Layanan: Kualitas layanan yang diberikan kepada wisatawan, termasuk keramahan, bantuan, dan efisiensi.
- Komunikasi Pemasaran: Efektivitas strategi pemasaran dalam menjangkau dan menarik wisatawan Muslim.
- Infrastruktur: Ketersediaan dan kualitas infrastruktur pendukung pariwisata, seperti jalan, bandara, dan akomodasi.
- Promosi Digital: Pemanfaatan platform digital untuk mempromosikan destinasi dan menjangkau wisatawan Muslim secara online.
- Ekosistem Halal: Ketersediaan produk dan layanan halal yang terintegrasi, termasuk makanan, keuangan, dan hiburan.
Berikut adalah negara-negara yang menjadi pesaing utama Indonesia di sektor wisata halal:
- Malaysia
- Turki
- Arab Saudi
- Uni Emirat Arab