DPR Berupaya Perkuat RKUHAP Antisipasi Uji Materi di MK
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah berupaya memperkuat Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) dengan mengakomodasi berbagai aspirasi dari berbagai elemen masyarakat. Upaya ini dilakukan sebagai langkah antisipasi terhadap potensi pengujian materi (judicial review) di Mahkamah Konstitusi (MK) yang dapat membatalkan undang-undang yang telah disahkan.
Pernyataan ini mengemuka dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) antara Komisi III DPR dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), yang membahas RUU KUHAP. Rapat tersebut diselenggarakan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.
Ketua Komisi III DPR menekankan pentingnya proses penyusunan undang-undang yang cermat dan partisipatif. Menurutnya, DPR tidak ingin kerja keras dalam menyusun undang-undang menjadi sia-sia akibat putusan MK. Ia menyoroti kewenangan MK dalam membatalkan undang-undang yang dianggap tidak memenuhi unsur partisipasi bermakna (meaningful participation).
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa MK memiliki tiga instrumen penting dalam menilai partisipasi bermakna, yaitu:
- Hak untuk didengar (right to be heard)
- Hak untuk dipertimbangkan (right to be consider)
- Hak untuk dijelaskan (right to be explain)
Ia menambahkan bahwa RDPU ini merupakan bagian dari upaya untuk memenuhi ketiga unsur tersebut. Ia khawatir jika aspirasi masyarakat tidak terakomodasi dalam RKUHAP, MK dapat membatalkan undang-undang tersebut dengan alasan tidak adanya partisipasi bermakna. Ia juga menyinggung bahwa putusan MK sendiri hanya melibatkan sembilan orang hakim konstitusi dan tidak melibatkan partisipasi publik yang luas.
DPR berupaya memastikan RKUHAP yang dihasilkan nantinya memiliki legitimasi yang kuat dan dapat diimplementasikan secara efektif. Keterlibatan berbagai pihak dalam proses penyusunan diharapkan dapat meminimalisir potensi sengketa hukum di kemudian hari.