Anemia pada Anak: Ancaman Tersembunyi Bagi Perkembangan Otak dan Upaya Pencegahannya
Anemia pada anak-anak di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang signifikan. Kekurangan zat besi, penyebab utama anemia, dapat menimbulkan dampak jangka panjang yang merugikan bagi perkembangan kognitif dan motorik anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menekankan perlunya tindakan komprehensif untuk mengatasi masalah ini, termasuk skrining dini dan suplementasi zat besi.
Prevalensi dan Dampak Anemia Defisiensi Besi (ADB)
Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa sekitar 40% anak-anak usia 6-59 bulan di seluruh dunia menderita anemia. Di Indonesia, prevalensi anemia pada anak balita mencapai 38,5% pada tahun 2021, dengan sekitar setengah dari kasus disebabkan oleh kekurangan zat besi. Angka ini menunjukkan bahwa anemia merupakan masalah serius yang memerlukan perhatian segera.
Prof. Dr. dr. Harapan Parlindungan Ringoringo, Sp.A, Subsp.H.Onk(K), dari UKK Hematologi Onkologi IDAI, menjelaskan bahwa anemia defisiensi besi (ADB) dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan pada anak-anak, termasuk:
- Gangguan motorik
- Penurunan kemampuan kognitif
- Gangguan perilaku
- Kerusakan mielinisasi otak yang ireversibel
Kerusakan mielinisasi otak, khususnya, merupakan konsekuensi serius dari ADB karena dapat mempengaruhi kemampuan belajar dan perkembangan anak secara permanen.
Penyebab Anemia pada Anak
Penyebab utama anemia pada anak adalah rendahnya asupan zat besi. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk:
- Kurangnya cadangan zat besi sejak lahir
- Pola makan yang tidak adekuat dan tidak mengandung cukup zat besi
- Kurangnya pemberian ASI eksklusif
Strategi Pencegahan dan Penanggulangan Anemia
IDAI merekomendasikan beberapa langkah strategis untuk mencegah dan menanggulangi anemia pada anak, antara lain:
- Suplementasi zat besi: Pemberian suplemen zat besi sejak bayi lahir, terutama bagi bayi yang menerima ASI eksklusif, sangat penting karena ASI mungkin tidak mengandung cukup zat besi untuk memenuhi kebutuhan bayi yang sedang tumbuh pesat.
- Skrining dini: Skrining laboratorium universal sebaiknya dilakukan pada usia satu tahun untuk mendeteksi anemia sejak dini dan memulai pengobatan yang sesuai.
- Peningkatan pemberian ASI eksklusif: ASI adalah makanan terbaik untuk bayi, tetapi penting untuk memastikan bahwa bayi mendapatkan cukup zat besi dari sumber lain jika ASI tidak mencukupi.
- Fortifikasi zat besi pada makanan pendamping ASI: Makanan pendamping ASI harus diperkaya dengan zat besi untuk memastikan bahwa bayi mendapatkan cukup nutrisi ini.
- Edukasi gizi seimbang: Orang tua dan pengasuh perlu mendapatkan edukasi tentang pentingnya gizi seimbang dan makanan tinggi zat besi untuk mencegah anemia pada anak.
- Penundaan penjepitan tali pusat saat persalinan: Tindakan ini dapat meningkatkan cadangan zat besi pada bayi baru lahir.
Kolaborasi Lintas Sektor
Penanggulangan anemia pada anak memerlukan kolaborasi antara orang tua, tenaga kesehatan, dan pemangku kebijakan. Semua pihak harus bekerja sama untuk memastikan bahwa anak-anak mendapatkan nutrisi yang cukup dan perawatan yang tepat untuk mencegah dan mengatasi anemia.
Anemia pada anak adalah masalah serius yang dapat menghambat masa depan generasi bangsa. Dengan upaya yang komprehensif dan terkoordinasi, kita dapat mengurangi prevalensi anemia dan memastikan bahwa semua anak memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.