Keluarga Rentan di Sleman Terjerat Dugaan Mafia Tanah: Sengketa Lahan Berujung Kriminalisasi
Keluarga di Sleman Mengklaim Jadi Korban Mafia Tanah, Anak Jadi Tersangka
Kasus dugaan praktik mafia tanah mencuat di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, menimpa sebuah keluarga dari Kalurahan Maguwoharjo, Kapanewon Depok. Sri Panuntun, anak dari almarhum Budi Harjo, kini berjuang untuk mendapatkan keadilan atas sengketa lahan yang berujung pada penetapan dirinya sebagai tersangka.
Menurut kuasa hukum keluarga, Chrisna Harimurti, permasalahan ini bermula pada tahun 2014 ketika almarhum Budi Harjo, pemilik sawah seluas 800 meter persegi, didekati oleh seseorang berinisial YK. YK menawarkan untuk membeli lahan tersebut, namun Budi Harjo menolak menjual dan hanya bersedia melakukan tukar guling.
Karena lahan tersebut masih berstatus latter C, YK menawarkan bantuan untuk mengurus sertifikasi sebelum proses tukar guling dilaksanakan. Budi Harjo dan istrinya, Sumirah, yang buta huruf, mempercayai YK dan menandatangani berkas yang disodorkan, dengan keyakinan bahwa berkas tersebut terkait dengan pengurusan sertifikat. Namun, mereka tidak mengetahui isi berkas tersebut karena tidak dibacakan dan hanya diminta untuk memberikan cap jempol.
Belakangan, Sri Panuntun mendatangi Badan Pertanahan (BPN) untuk menanyakan perkembangan sertifikat sawah tersebut. Ia terkejut mendapati bahwa sertifikat telah terbit. Sri Panuntun mencoba mencari YK, tetapi tidak berhasil menemukannya. Ia kembali ke BPN dan diminta untuk mengajukan duplikat sertifikat yang hilang.
Namun, setelah mengajukan duplikat, Sri Panuntun justru dilaporkan ke Polda DIY oleh seseorang berinisial ST atas dugaan pemalsuan dokumen dan pemberian keterangan palsu. Belakangan diketahui bahwa ST adalah pembeli sawah tersebut melalui YK.
Chrisna mengungkapkan bahwa berkas yang ditandatangani oleh Budi Harjo dan Sumirah ternyata bukan hanya berisi surat kuasa pengurusan sertifikat, tetapi juga Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan nilai transaksi Rp 2,3 miliar. Keluarga Budi Harjo membantah menerima uang tersebut dan tidak ada bukti transfer atau kuitansi yang menunjukkan adanya transaksi.
Sri Panuntun ditetapkan sebagai tersangka pada tahun 2022, dan kasusnya masih dalam proses penyidikan. Kuasa hukum keluarga telah mengirimkan surat permohonan agar dilakukan pemeriksaan ulang terhadap kasus ini, dengan harapan kebenaran materiil dapat terungkap dan keadilan dapat ditegakkan.
Sementara itu, Kasubbid Penmas Bidhumas Polda DIY, AKBP Verena Sri Wahyuningsih, menyatakan akan mencari informasi lebih lanjut terkait kasus ini.
Sumirah, ibu dari Sri Panuntun, melalui sebuah video, memohon bantuan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk membantu mengembalikan tanah mereka. Dalam video tersebut, Sumirah yang berbicara dalam bahasa Jawa, mengaku sebagai orang yang tidak berdaya dan tidak mengerti hukum, sehingga mudah ditipu.
Keluarga ini berharap agar kasus mereka mendapatkan perhatian dan penanganan yang adil, serta praktik mafia tanah dapat diberantas demi melindungi hak-hak masyarakat kecil.
Kronologi Kasus
Berikut kronologi singkat kasus dugaan mafia tanah yang menimpa keluarga Budi Harjo:
- 2014: Budi Harjo didekati YK untuk menjual sawah.
- 2014: Budi Harjo dan Sumirah menandatangani berkas yang dikira untuk pengurusan sertifikat.
- -: Sertifikat terbit atas nama Budi Harjo.
- -: Sri Panuntun mengajukan duplikat sertifikat karena sertifikat asli tidak ditemukan.
- 2016: Sri Panuntun dilaporkan ke Polda DIY oleh ST.
- 2022: Sri Panuntun ditetapkan sebagai tersangka.
Daftar Pihak Terkait
Berikut adalah daftar pihak-pihak yang terkait dengan kasus ini:
- Budi Harjo (Almarhum): Pemilik sawah.
- Sumirah: Istri Budi Harjo.
- Sri Panuntun: Anak Budi Harjo, tersangka dalam kasus ini.
- YK: Orang yang menawarkan bantuan pengurusan sertifikat.
- ST: Pelapor Sri Panuntun, pembeli sawah.
- Chrisna Harimurti: Kuasa hukum keluarga Budi Harjo.
- AKBP Verena Sri Wahyuningsih: Kasubbid Penmas Bidhumas Polda DIY.