Pendekatan Humanis Jepang dalam Menangani Siswa Bermasalah: Jauh dari Gaya Militer

Pendekatan Humanis Jepang dalam Menangani Siswa Bermasalah: Jauh dari Gaya Militer

Kebijakan penanganan siswa bermasalah menjadi sorotan publik baru-baru ini, seiring dengan munculnya gagasan penggunaan metode ala militer sebagai solusi. Namun, di Jepang, pendekatan yang diambil jauh berbeda. Alih-alih indoktrinasi kedisiplinan keras, Jepang mengedepankan sistem dukungan komprehensif yang berfokus pada kesejahteraan psikologis dan sosial anak.

Negara Sakura ini membangun sistem yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari konselor sekolah hingga pekerja sosial, untuk mengidentifikasi dan mengatasi akar permasalahan yang dihadapi siswa. Pendekatan ini didasarkan pada pemahaman bahwa masalah perilaku seringkali merupakan manifestasi dari masalah yang lebih dalam, seperti masalah keluarga, tekanan sosial, atau gangguan mental.

Berikut adalah beberapa pilar utama dalam pendekatan Jepang terhadap siswa bermasalah:

  • Konseling Psikologis di Sekolah: Jepang telah lama menyadari pentingnya kesehatan mental di kalangan siswa. Sejak tahun 1995, sistem konselor sekolah diperkenalkan untuk membantu siswa yang mengalami masalah seperti bolos, penolakan untuk masuk kelas, dan gangguan mental lainnya. Konselor sekolah, yang umumnya berlatar belakang psikologi klinis, memberikan konseling individual dengan pendekatan yang humanis, mendengarkan siswa dengan empati, dan tanpa memberikan hukuman fisik. Metode client-centered therapy diterapkan untuk membantu siswa merasa nyaman dalam mengungkapkan masalah mereka.

  • Peran Yogo Teacher (Guru UKS): Keunikan sistem pendidikan Jepang adalah keberadaan yogo teacher, atau guru UKS. Guru ini bekerja penuh waktu di sekolah dan menjadi garda terdepan dalam mendeteksi masalah emosional dan mental siswa sejak dini. Secara historis, peran ini awalnya diisi oleh perawat sekolah yang bertugas menangani wabah penyakit menular. Namun, seiring waktu, peran mereka berkembang menjadi lebih dari sekadar penanganan medis, menjadi pendukung kesehatan mental siswa.

  • Peran Pekerja Sosial Sekolah: Sistem pekerja sosial sekolah di Jepang mulai diperkenalkan pada tahun 2008. Pekerja sosial ini fokus pada masalah sosial yang dihadapi siswa, seperti kesulitan ekonomi keluarga, masalah hubungan keluarga, dan latar belakang sosial yang kurang mendukung. Mereka bertugas membangun jembatan antara sekolah, keluarga, dan lembaga-lembaga sosial terkait untuk memberikan dukungan yang komprehensif kepada siswa.

  • Jidō Sōdanjo (Pusat Konsultasi Anak): Untuk kasus-kasus yang lebih serius, seperti kekerasan terhadap anak, penelantaran, atau masalah psikologis berat, Jepang memiliki lembaga khusus bernama Jidō Sōdanjo atau Pusat Konsultasi Anak. Lembaga ini bertugas menangani kasus-kasus tersebut dengan melibatkan berbagai ahli, seperti psikolog, psikiater, dan pekerja sosial, untuk memastikan anak mendapatkan perlindungan dan bantuan yang tepat.

Pendekatan Jepang dalam menangani siswa bermasalah mencerminkan komitmen untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman, suportif, dan inklusif. Alih-alih mengandalkan pendekatan disiplin yang keras, Jepang berinvestasi dalam sistem yang berfokus pada pemahaman, dukungan, dan pemulihan.