Mantan Pj. Wali Kota Pekanbaru Merasa Dikriminalisasi dalam Kasus SPPD Fiktif DPRD Riau
Mantan Penjabat Wali Kota Pekanbaru, Muflihun, yang juga pernah menjabat sebagai Sekretaris DPRD Riau, menyatakan keberatannya atas keterkaitannya dalam kasus dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif yang merugikan negara hingga Rp 195,9 miliar. Muflihun, yang kini berstatus sebagai saksi dalam penyelidikan yang dilakukan oleh Ditreskrimsus Polda Riau, merasa nama baiknya tercemar dan menganggap proses hukum yang berjalan tidak adil.
Dalam konferensi pers yang digelar di Pekanbaru, Kamis (19/6/2025), Muflihun yang didampingi kuasa hukumnya, Ahmad Yusuf, menyampaikan bahwa dirinya telah mengajukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Langkah ini diambil untuk mendapatkan jaminan keamanan hukum dan psikologis, mengingat tekanan yang ia rasakan akibat pemberitaan dan proses penyidikan yang sedang berlangsung. Ahmad Yusuf menegaskan bahwa penetapan Muflihun sebagai tersangka akan dianggap sebagai tindakan yang dipaksakan dan pihaknya siap mengajukan gugatan praperadilan.
Muflihun bersikeras bahwa dirinya adalah korban dalam kasus ini. Sebagai kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang bertindak sebagai pengguna anggaran, ia menyatakan bahwa pengelolaan keuangan sepenuhnya berada di tangan kepala bagian keuangan, sub bagian verifikasi, dan bendahara. Ia bahkan menyatakan kesiapannya untuk membongkar praktik SPPD fiktif ini dan membantu pihak kepolisian dalam mengungkap aliran dana yang hilang.
"Saya siap membantu kepolisian untuk mencari kemana uang itu hilang," tegasnya.
Lebih lanjut, Muflihun mengungkapkan dampak negatif yang dialami keluarganya akibat kasus ini. Ia menyebutkan bahwa ibunya bahkan jatuh sakit akibat tekanan yang dihadapi. Muflihun juga mengaitkan kasus ini dengan kekalahannya dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) sebelumnya, yang menurutnya disebabkan oleh pemberitaan negatif yang terus-menerus.
"Setahun saya diviralkan, sampai saya kalah pilkada dan rumah disita," keluhnya.
Muflihun menganggap pemeriksaan terhadap dirinya sebagai bentuk kriminalisasi dan menegaskan bahwa ia tengah berjuang untuk mendapatkan keadilan hukum. Ia berharap dukungan dari masyarakat dan media dalam mengungkap kebenaran di balik kasus ini.
Sementara itu, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau terus melakukan penyidikan terhadap kasus korupsi perjalanan dinas fiktif yang terjadi pada tahun anggaran 2020-2021 di lingkungan DPRD Riau. Penyidik telah menemukan sejumlah bukti yang mengindikasikan adanya praktik korupsi, termasuk surat perjalanan dinas fiktif dan ribuan tiket pesawat yang tidak mungkin digunakan karena adanya pandemi Covid-19.
Dalam perkembangannya, penyidik juga menelusuri dugaan aliran dana hasil korupsi ke berbagai pihak, termasuk seorang artis bernama Hana Hanifah, serta melakukan penyitaan terhadap aset-aset yang diduga dibeli dengan uang hasil korupsi, termasuk apartemen dan rumah milik Muflihun.
Kombes Ade Kuncoro Ridwan, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, sebelumnya telah menyatakan bahwa pihaknya menemukan adanya pelanggaran hukum dalam penggunaan anggaran perjalanan dinas tersebut dan akan terus mengembangkan penyelidikan untuk mengungkap semua pihak yang terlibat.
Daftar Bukti yang ditemukan Penyidik:
- Surat Perjalanan Dinas Fiktif
- Tempat Penginapan Fiktif
- Lebih dari 35.000 tiket pesawat fiktif
- Aliran dana ke artis Hana Hanifah
- Aset-aset yang diduga dibeli dengan uang hasil korupsi, termasuk apartemen dan rumah milik Muflihun