Krisis Udara Global: Tujuh Negara Memenuhi Standar WHO, Sementara Data Polusi Kritis Hilang Akibat Pemotongan Anggaran AS

Krisis Udara Global: Bayang-Bayang Polusi dan Hilangnya Data Kritis

Laporan terbaru dari IQAir, perusahaan pemantau kualitas udara asal Swiss, mengungkap fakta memprihatinkan tentang kualitas udara global pada tahun 2024. Hanya tujuh negara yang berhasil memenuhi standar kualitas udara yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Negara-negara tersebut meliputi Australia, Selandia Baru, Bahama, Barbados, Grenada, Estonia, dan Islandia. Temuan ini menyoroti kesenjangan signifikan dalam upaya global untuk mengatasi polusi udara, sebuah masalah yang berdampak luas pada kesehatan masyarakat dan lingkungan.

Sebaliknya, negara-negara seperti Chad, yang mencatatkan konsentrasi rata-rata partikel PM2.5 sebesar 91,8 mikrogram per meter kubik, mengalami krisis kualitas udara yang serius. Angka ini, sedikit lebih tinggi dari tahun 2022, menggarisbawahi memburuknya kondisi polusi udara di negara tersebut. Bangladesh juga menghadapi tantangan serupa, menunjukkan tingkat polusi yang mengkhawatirkan. Christi Chester-Schroeder, Science Manager IQAir, menyoroti peran perubahan iklim sebagai faktor yang memperparah masalah polusi udara global. Perubahan iklim meningkatkan frekuensi dan intensitas fenomena cuaca ekstrem yang dapat menyebarkan polutan lebih luas.

Hilangnya Data Penting: Dampak Pemotongan Anggaran AS

Situasi semakin kompleks dengan terhentinya program pemasangan sensor kualitas udara yang diprakarsai oleh Kedutaan dan Konsulat Amerika Serikat di berbagai negara. Pemotongan anggaran yang dilakukan pemerintah AS mengakibatkan penghapusan data pemantauan kualitas udara selama lebih dari 17 tahun. Keputusan ini menimbulkan kekhawatiran serius bagi para ahli dan aktivis lingkungan.

Christa Hasenkopf, Direktur Clean Air Program di University of Chicago's Energy Policy Institute (EPIC), menyatakan bahwa setidaknya 34 negara akan kehilangan akses terhadap data polusi yang krusial akibat penutupan program tersebut. Data ini sangat penting untuk melacak tren polusi, mengevaluasi efektivitas kebijakan lingkungan, dan merancang strategi mitigasi yang efektif. Lebih jauh lagi, program tersebut terbukti efektif dalam meningkatkan kualitas udara di kota-kota tempat monitor ditempatkan, yang berdampak positif pada harapan hidup penduduk setempat.

"Ini merupakan pukulan besar bagi upaya perbaikan kualitas udara di seluruh dunia," tegas Hasenkopf. Hilangnya data bersejarah ini menghambat pemahaman komprehensif tentang masalah polusi udara dan memperlambat upaya untuk menemukan solusi yang tepat.

Tantangan Mendatang: Kolaborasi Global untuk Udara Bersih

Situasi ini menyoroti urgensi kolaborasi internasional yang lebih kuat dalam mengatasi krisis polusi udara. Pembagian data yang transparan dan akses yang merata terhadap teknologi pemantauan kualitas udara merupakan kunci untuk mencapai udara bersih bagi semua. Investasi yang berkelanjutan dalam penelitian, pengembangan teknologi, dan program pemantauan kualitas udara sangat penting untuk melindungi kesehatan masyarakat dan lingkungan. Selain itu, penerapan kebijakan lingkungan yang tegas dan efektif, serta edukasi publik yang berkelanjutan, menjadi faktor penentu dalam menciptakan perubahan yang signifikan menuju masa depan yang lebih bersih dan sehat.

  • Kesimpulan: Krisis kualitas udara global menuntut tindakan segera dan terkoordinasi dari pemerintah, lembaga internasional, dan masyarakat sipil. Pemulihan data yang hilang dan peningkatan kolaborasi internasional menjadi langkah penting untuk memastikan udara bersih dan sehat bagi semua.