Asal Usul Nama Palmerah dan Pesing: Jejak Sejarah Jakarta Barat
Jakarta Barat, sebuah wilayah yang dinamis, ternyata menyimpan narasi sejarah yang kaya, terukir dalam nama-nama daerahnya. Palmerah dan Pesing, dua kawasan yang ramai dan padat, bukan sekadar penanda geografis, melainkan saksi bisu perjalanan panjang Jakarta dari masa lampau.
Palmerah: Dari Tonggak Merah Hingga Identitas Kota
Nama Palmerah, yang kini dikenal sebagai salah satu kawasan strategis di Jakarta Barat, ternyata berasal dari istilah "paal merah" dalam bahasa Belanda, yang berarti "tonggak merah". Kisah ini bermula pada sekitar tahun 1790-an, ketika seorang pejabat VOC bernama Andries Harstinck memiliki lahan di wilayah yang dulunya dikenal dengan nama Djepang. Nama "Djepang" ini bukan merujuk ke negara Jepang, melainkan pada pohon Yapan, atau yang lebih dikenal sebagai pohon Secang (Caesalpinea sappan).
Pohon Secang dikenal karena kayunya yang berwarna merah alami. Tonggak-tonggak penanda wilayah milik Harstinck kemungkinan besar terbuat dari kayu Secang ini. Warna merah alami kayu tersebut membuat warga sekitar kemudian menyebut wilayah itu sebagai Palmerah, sebuah nama yang bertahan hingga kini.
Pesing: Antara Trenggiling dan Lintasan Kereta Api
Berbeda dengan Palmerah, asal usul nama Pesing justru terkait dengan fauna lokal. Nama Pesing, yang kini mencakup wilayah Kelurahan Duri Kepa dan sebagian Rawa Buaya, berasal dari kata "peusing" dalam bahasa Sunda, yang berarti trenggiling (Manis javanica). Pada masa lalu, trenggiling adalah hewan yang umum ditemukan di wilayah ini.
Menurut catatan sejarah, hingga akhir abad ke-19, sebagian besar penduduk Pesing masih menggunakan bahasa Sunda dalam percakapan sehari-hari. Hal ini menunjukkan kuatnya pengaruh budaya Sunda di wilayah Jakarta Barat pada masa lalu. Nama Pesing sendiri sudah tercatat dalam peta sejak tahun 1780, meskipun dengan ejaan "Piesing".
Pada masa itu, tanah di kawasan ini dimiliki oleh seorang Belanda bernama Cristoffel Mol. Kemudian, pada tahun 1881, kepemilikan beralih ke Lie To Hong, yang kemudian menyewakan lahan tersebut kepada Tan Giok Lin. Seiring berjalannya waktu, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda membeli kembali kawasan Pesing dan menjadikannya bagian dari wilayah administratif Kecamatan Kebon Jeruk. Selain itu, kawasan ini juga menjadi bagian penting dalam jalur transportasi kereta api.
Dari tonggak merah yang menjadi penanda wilayah hingga nama hewan bersisik yang kini semakin langka, sejarah nama tempat di Jakarta menyimpan kepingan-kepingan penting masa lalu. Palmerah dan Pesing, hanyalah dua dari sekian banyak nama tempat di Jakarta yang menyimpan cerita unik dan menarik. Nama-nama ini bukan hanya sekadar label geografis, tetapi juga pengingat akan kekayaan sejarah dan budaya yang membentuk kota Jakarta saat ini.