Zakat di Era Digital: Bolehkah Saham dan Kripto Jadi Pilihan?
Seiring laju perkembangan teknologi dan inovasi keuangan, aset digital seperti saham dan kripto semakin menjadi bagian tak terpisahkan dari portofolio investasi modern. Hal ini memunculkan pertanyaan relevan: Dapatkah zakat, sebagai kewajiban fundamental dalam Islam, ditunaikan melalui instrumen-instrumen keuangan digital ini?
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) melalui Direktur Pusat Kajian Strategis, Muhammad Hasbi Zaenal, memberikan pandangan bahwa secara prinsip syariah, pembayaran zakat menggunakan saham dan kripto diperbolehkan, asalkan memenuhi kriteria harta yang halal dan sah. Saham dan kripto dianggap sebagai al-mal, yaitu harta yang memiliki nilai ekonomi, harga, dan kebermanfaatan. Konsep al-mal dalam syariah Islam mewajibkan zakat atas harta atau kekayaan yang memenuhi syarat, termasuk uang tunai, saham, sukuk, dan bahkan potensi di masa depan termasuk aset kripto.
Pandangan ini didukung oleh fleksibilitas syariah dalam mengakomodasi perkembangan zaman. Sebagaimana uang tunai berevolusi dari bentuk fisik menjadi digital, demikian pula dengan instrumen investasi. Oleh karena itu, menginfakkan harta dalam bentuk saham atau kripto dianggap sah dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Meski demikian, implementasi zakat, infak, dan sedekah melalui saham dan kripto di Indonesia masih menunggu fatwa resmi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tanpa adanya fatwa yang jelas, Baznas sebagai lembaga pemerintah yang berwenang mengelola zakat belum dapat menerapkan mekanisme ini secara luas. Namun, potensi penggunaan aset digital untuk zakat tetap terbuka, mengingat beberapa negara seperti Malaysia telah mengeluarkan fatwa yang membolehkan kripto sebagai objek zakat yang sah.
Berikut adalah beberapa poin terkait zakat menggunakan aset digital:
- Legalitas Syariah: Secara umum, zakat menggunakan saham dan kripto diperbolehkan asalkan harta tersebut halal dan memenuhi syarat.
- Konsep Al-Mal: Saham dan kripto termasuk dalam kategori al-mal yang mewajibkan zakat apabila memenuhi ketentuan.
- Fleksibilitas Syariah: Syariah Islam memiliki fleksibilitas untuk mengakomodasi perkembangan instrumen keuangan digital.
- Fatwa MUI: Implementasi zakat menggunakan saham dan kripto di Indonesia masih menunggu fatwa dari MUI.
- Praktik di Negara Lain: Malaysia telah melegalkan kripto sebagai objek zakat.
Perkembangan ini menandakan perlunya kajian mendalam dan respons adaptif dari lembaga-lembaga keagamaan dalam menghadapi era digital. Potensi zakat melalui aset digital dapat membuka peluang baru dalam pengumpulan dan pendistribusian zakat, serta meningkatkan inklusi keuangan bagi masyarakat luas. Terlebih lagi, hal ini juga akan mempermudah masyarakat dalam menunaikan kewajibannya.