Puluhan Juta Pasangan di Indonesia Belum Kantongi Buku Nikah, Pemerintah Gagas Program Nasional
Jumlah pasangan suami istri di Indonesia yang belum memiliki buku nikah mencapai angka yang signifikan, yaitu 34,6 juta pasangan. Fakta ini diungkapkan oleh Kementerian Agama (Kemenag) yang menyebutkan bahwa faktor ekonomi menjadi salah satu penyebab utama.
"Data dari Dukcapil Kemendagri per 30 Juni 2021 menunjukkan angka yang cukup memprihatinkan, di mana terdapat 34,6 juta pasangan suami istri yang status perkawinannya belum tercatat secara resmi," ujar Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Abu Rokhmad, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (20/6/2025). Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa kondisi ini dipicu oleh berbagai faktor seperti sosial, ekonomi, serta kurangnya pemahaman hukum di masyarakat. Akibatnya, pasangan tersebut kesulitan mengakses layanan publik, perlindungan hukum menjadi lemah, dan ketertiban hukum serta sosial dalam kehidupan keluarga menjadi terganggu.
Abu Rokhmad menekankan bahwa pernikahan yang tidak dicatatkan secara resmi membawa dampak negatif yang serius, terutama bagi kaum perempuan dan anak-anak. Contohnya, seorang istri tidak memiliki kekuatan hukum yang memadai jika terjadi perceraian, dan anak-anak akan kesulitan mendapatkan akta kelahiran karena ketiadaan dasar hukum yang jelas, yaitu buku nikah. "Jika pernikahan dilakukan secara siri, proses perceraian tidak dapat dilakukan di pengadilan agama, melainkan hanya melalui perceraian siri. Hal ini akan menyulitkan pengurusan akta kelahiran anak, karena akta kelahiran memerlukan dasar berupa akta atau buku nikah," tegasnya.
Menyadari permasalahan ini, Kemenag berinisiatif meluncurkan sebuah gerakan nasional bertajuk 'Gerakan Sadar Pencatatan Nikah (Gas Nikah)'. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pencatatan nikah secara resmi sebagai bentuk perlindungan hukum dan sosial dalam keluarga. "Gas Nikah adalah sebuah langkah strategis yang bersifat partisipatif untuk memperkuat budaya tertib hukum dalam pencatatan perkawinan. Hal ini menjadi fondasi penting dalam membentuk keluarga yang sah, terlindungi, serta selaras dengan nilai-nilai Islam dan tujuan pembangunan nasional," jelas Abu Rokhmad.
Kemenag berharap bahwa program Gas Nikah ini dapat mengubah pola pikir masyarakat terhadap pentingnya pencatatan nikah. Data menunjukkan bahwa dari 1,5 juta pernikahan yang tercatat pada tahun 2024, sebanyak 466 ribu pernikahan berakhir dengan perceraian. "Jika terjadi perpisahan antara suami dan istri, anak-anaklah yang akan menanggung beban terbesarnya. Oleh karena itu, menjaga keutuhan keluarga, menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah, adalah jauh lebih baik," pesan Abu Rokhmad.
Acara peluncuran Gas Nikah akan dilaksanakan pada hari Minggu, 6 Juli 2025, di dua lokasi sekaligus, yaitu Car Free Day Jakarta dan Auditorium HM. Rasjidi, Kemenag. Rangkaian acara akan dimulai dengan funwalk yang diikuti oleh 500 peserta dari jajaran KUA dan madrasah se-Jabodetabek.