Dari Pasar Gambir ke Jakarta Fair: Kisah Inspiratif Ali Sadikin

Pekan Raya Jakarta (PRJ), sebuah perhelatan akbar tahunan yang telah menjadi identitas Kota Jakarta, ternyata menyimpan akar sejarah yang unik. Ide cemerlang ini bermula dari kenangan masa kecil seorang tokoh penting, Ali Sadikin, yang kemudian hari menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 1966-1977.

Ali Sadikin, yang lahir di Sumedang, Jawa Barat, pada tahun 1926, tumbuh besar dengan cerita-cerita memukau tentang Pasar Gambir. Pasar Gambir adalah sebuah pesta rakyat tahunan yang sangat terkenal di Batavia (nama Jakarta pada masa lalu). Sayangnya, Ali kecil tidak pernah berkesempatan menyaksikan langsung kemeriahan Pasar Gambir karena terhalang oleh pecahnya Perang Dunia II. Namun, cerita-cerita dari saudara dan pamannya tentang Pasar Gambir terus membekas di benaknya. Dongeng pasar gambir inilah yang kemudian menjadi inspirasi bagi Ali Sadikin untuk mewujudkan sebuah acara serupa yang lebih besar dan modern di Jakarta.

Inspirasi Ali Sadikin tidak hanya bersumber dari Pasar Gambir. Ia juga terinspirasi oleh pameran-pameran internasional yang pernah ia lihat, seperti Hamburg Fair dan Leipzig Fair. Dari pengalamannya tersebut, Ali Sadikin menyadari pentingnya sebuah platform yang dapat mempromosikan dan memasarkan produk-produk lokal Indonesia secara luas. Ia melihat peluang untuk menciptakan sebuah acara yang tidak hanya menjadi ajang perdagangan, tetapi juga menjadi wadah untuk mempertemukan berbagai elemen masyarakat, memajukan perekonomian daerah, dan meningkatkan kebanggaan terhadap produk dalam negeri. Gagasan ini kemudian ia usulkan kepada pemerintah pusat, tetapi mendapatkan respon yang kurang menggembirakan. Meskipun demikian, Ali Sadikin tidak menyerah. Dengan dukungan penuh dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, ia memutuskan untuk merealisasikan gagasannya secara mandiri.

Pada tanggal 5 Juni hingga 20 Juli 1968, Jakarta Fair pertama kali digelar di kawasan Monumen Nasional (Monas). Acara ini menjadi sukses besar dan menarik perhatian masyarakat luas. Beberapa waktu kemudian, Ali Sadikin mengganti nama Jakarta Fair menjadi Pekan Raya Jakarta (PRJ). Perubahan nama ini merupakan bagian dari upayanya untuk mempromosikan penggunaan bahasa Indonesia dan mengurangi penggunaan istilah asing. PRJ bukan hanya sekadar pameran dagang, tetapi juga menjadi simbol kebangkitan ekonomi Jakarta dan wadah bagi berbagai kegiatan seni, budaya, dan hiburan.

Ali Sadikin memiliki visi yang jelas tentang PRJ. Ia ingin menciptakan sebuah acara yang inklusif dan dapat memberikan manfaat bagi semua lapisan masyarakat, mulai dari pelaku industri besar hingga pengusaha kecil dan menengah. Ia juga ingin menjadikan PRJ sebagai solusi untuk masalah sosial di Jakarta, yaitu kurangnya tempat hiburan yang sehat dan terjangkau bagi warga kota. Dengan adanya PRJ, masyarakat Jakarta dapat berkumpul, bersenang-senang, dan menikmati berbagai hiburan yang ditawarkan.

PRJ terus berkembang dan bertransformasi dari tahun ke tahun. Saat ini, PRJ bukan hanya menjadi ajang pameran dagang, tetapi juga menjadi ruang kolektif yang menampung berbagai ekspresi budaya, seni, dan hiburan. PRJ telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas Kota Jakarta dan menjadi kebanggaan bagi warganya. Kisah tentang bagaimana Ali Sadikin mewujudkan mimpinya tentang PRJ adalah sebuah inspirasi bagi kita semua. Bahwa sebuah visi besar dapat tumbuh dari kenangan sederhana dan diwujudkan dengan keberanian dan keyakinan.

Saat mengunjungi PRJ, luangkanlah waktu sejenak untuk merenungkan sejarah panjang dan inspiratif di baliknya. Ingatlah bahwa PRJ adalah hasil dari visi seorang pemimpin yang peduli terhadap rakyatnya dan berani mewujudkan mimpinya. Nikmatilah berbagai atraksi dan hiburan yang ditawarkan, tetapi jangan lupakan pula nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.