Komisaris BUMN dari Purnawirawan TNI-Polri: Upaya Strategis atau Politisasi Jabatan?

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI turut menanggapi fenomena penempatan sejumlah purnawirawan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai komisaris di berbagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Nurdin Halid, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, menyampaikan pandangannya mengenai isu yang tengah menjadi sorotan publik ini.

Nurdin Halid menegaskan bahwa penempatan para purnawirawan tersebut tidak semata-mata merupakan tindakan politis, melainkan bagian dari strategi nasional yang lebih luas. Strategi ini bertujuan untuk memperkuat tata kelola perusahaan negara melalui pendekatan yang berlandaskan disiplin, integritas, dan loyalitas. Nilai-nilai tersebut, menurut Nurdin, melekat kuat pada diri para purnawirawan TNI dan Polri.

"Kita tidak boleh terjebak dalam stigma negatif," ujarnya. Ia menekankan bahwa banyak purnawirawan memiliki pengalaman lapangan yang luas, kemampuan organisasi yang mumpuni, serta rekam jejak pengabdian yang tak diragukan lagi. Kehadiran mereka di jajaran komisaris BUMN diharapkan dapat membawa semangat kedisiplinan dan loyalitas yang tinggi terhadap kepentingan bangsa.

Lebih lanjut, Nurdin Halid menyatakan bahwa sinergi antara kalangan sipil dan militer perlu diperkuat dalam berbagai ruang strategis, termasuk BUMN. Menurutnya, selama proses penunjukan komisaris dilakukan secara profesional dan didasarkan pada kompetensi yang relevan, maka tidak ada alasan untuk mempermasalahkan hal tersebut. Purnawirawan TNI dan Polri bukan hanya sekadar aparat keamanan, tetapi juga merupakan kader bangsa yang telah membuktikan kesetiaannya kepada negara.

Nurdin Halid juga menyoroti jaringan luas, pemahaman mendalam tentang stabilitas nasional, serta daya tahan terhadap tekanan yang dimiliki oleh para purnawirawan. Aspek-aspek ini dinilai sangat penting dalam menghadapi tantangan korporasi BUMN yang semakin kompleks.

Meski demikian, DPR RI tetap mendorong Kementerian BUMN untuk melakukan evaluasi kinerja secara berkala terhadap seluruh komisaris, termasuk yang berasal dari unsur militer dan kepolisian. Evaluasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa kontribusi para komisaris benar-benar berdampak positif terhadap tata kelola dan kinerja perusahaan.

Nurdin Halid meyakini bahwa kombinasi antara profesional sipil dan purnawirawan TNI-Polri dapat menciptakan keseimbangan yang ideal dalam proses pengambilan kebijakan dan pengawasan manajemen BUMN. "Dukungan kami bukan berarti tanpa syarat," tegasnya. Ia menekankan bahwa penempatan purnawirawan harus didasarkan pada kompetensi dan integritas, bukan sekadar sebagai bentuk balas jasa. Meskipun demikian, ia percaya bahwa banyak purnawirawan memiliki kapasitas dan dedikasi yang tinggi terhadap pembangunan bangsa.

Beberapa contoh purnawirawan TNI-Polri yang menduduki jabatan komisaris di era pemerintahan saat ini antara lain:

  • Komjen (Purn) Mochamad Iriawan di Pertamina
  • Komjen (Purn) Suntana di Pelindo
  • Irjen (Purn) Rudi Antariksawan di Jasa Marga
  • Irjen (Purn) Istiono di PT PP
  • Letjen (Purn) Bambang Ismawan di Bukit Asam

Fenomena ini memunculkan pertanyaan penting: Apakah penempatan purnawirawan TNI-Polri sebagai komisaris BUMN merupakan upaya strategis untuk meningkatkan kinerja perusahaan negara, atau justru merupakan bentuk politisasi jabatan yang perlu dikritisi?