SBY Ungkap Perjuangan Menghapus Dwifungsi ABRI: Sempat Mendapat Teguran Keras dari Atasan
Mantan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), berbagi pengalamannya terkait upaya penghapusan Dwifungsi ABRI di era transisi menuju reformasi. Dalam sebuah diskusi yang diunggah melalui kanal YouTube Gita Wirjawan, SBY mengungkapkan bahwa gagasannya mengenai reformasi ABRI tersebut sempat menuai kritik dan bahkan teguran dari para seniornya di militer.
SBY, yang kala itu masih menjabat sebagai Komandan Resor Militer (Danrem) Yogyakarta dengan pangkat Kolonel, menyampaikan pandangannya mengenai perlunya perubahan dalam peran ABRI. Menurutnya, Dwifungsi ABRI pada saat itu tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman. Pandangan ini disampaikannya dalam berbagai forum internal militer, termasuk saat memberikan pidato di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad).
"Saya masih ingat betul, ketika masih menjabat sebagai Danrem Yogya, saya sudah berani mengingatkan bahwa Dwifungsi ABRI ini tidak bisa dipertahankan seperti ini. Reaksi dari atasan saya cukup keras. Beliau marah karena seorang Kolonel berani mengkritik doktrin yang sudah mapan," ujar SBY.
Dalam pidatonya di Seskoad, SBY menekankan bahwa TNI tidak bisa lagi mendominasi seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemikiran ini, menurutnya, tidak diterima dengan baik oleh sebagian perwira TNI pada saat itu. SBY menyadari bahwa dirinya mengambil risiko yang besar dengan menyampaikan pandangan tersebut.
"Saya tahu bahwa ide ini akan menimbulkan kontroversi. Banyak senior yang tidak setuju dengan gagasan saya. Mereka mempertanyakan pemahaman saya tentang sejarah ABRI dan memperingatkan saya untuk tidak mengubah doktrin Dwifungsi ABRI," kata SBY.
Namun, SBY tidak menyerah. Ia terus berupaya menjelaskan secara santun dan argumentatif mengenai perlunya reformasi ABRI. Ia meyakinkan bahwa penghapusan Dwifungsi ABRI akan membawa dampak positif bagi profesionalisme TNI dan kemajuan bangsa. Sebagian perwira TNI akhirnya memahami dan menerima pandangan SBY, meskipun ada juga yang tetap mempertahankan pendapatnya.
SBY berpendapat bahwa reformasi ABRI merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan reformasi yang menyeluruh di Indonesia. Ia meyakini bahwa TNI harus fokus pada tugas pokoknya sebagai kekuatan pertahanan negara dan melepaskan diri dari fungsi-fungsi non-militer seperti kekaryaan, sosial-politik, dan bisnis yang selama ini melekat pada Dwifungsi ABRI.
"Tujuan kita jelas, yaitu mengakhiri Dwifungsi ABRI, menghentikan fungsi kekaryaan, fungsi sosial politik, dan bisnis ABRI yang tidak transparan, serta memperbaiki sistem hukum yang ada. Itulah inti dari reformasi yang sesungguhnya," tegas SBY.
Sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) di awal era Reformasi, SBY berperan aktif dalam memastikan bahwa Dwifungsi ABRI tidak lagi dihidupkan kembali. Ia terus mengawal proses reformasi TNI agar sesuai dengan cita-cita reformasi.
Upaya reformasi ABRI terus dilanjutkan oleh SBY ketika menjabat sebagai Presiden RI selama dua periode (2004-2014). Ia bertekad untuk tidak membiarkan Indonesia kembali ke masa lalu yang kelam. SBY bersyukur karena selama masa kepemimpinannya, ia berhasil menuntaskan agenda reformasi yang belum selesai, terutama terkait dengan sistem hukum dan bisnis.
"Saya bersyukur selama 10 tahun memimpin Indonesia, saya dapat menuntaskan dua agenda reformasi yang belum selesai, yaitu masalah sistem hukum dan bisnis. Jangan sampai agenda reformasi ini dirusak atau dikembalikan ke masa lalu," pungkas SBY.