Overkapasitas Lapas: Desakan Evaluasi Total Pasca-Kejadian Napi Kabur di Aceh
Overkapasitas Lapas: Desakan Evaluasi Total Pasca-Kejadian Napi Kabur di Aceh
Anggota Komisi XIII DPR RI, Mafirion, mendesak Kementerian Hukum dan HAM untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) di Indonesia. Desakan ini muncul sebagai buntut dari peristiwa puluhan narapidana yang berhasil kabur dari Lapas Kelas IIB Kutacane, Aceh, pada Senin, 10 Maret 2025. Kejadian tersebut, menurut Mafirion, merupakan indikator kuat dari permasalahan sistemik yang telah lama mengakar, yaitu overkapasitas lapas yang berujung pada melemahnya sistem keamanan dan pengawasan.
"Insiden ini bukan sekadar peristiwa tunggal, melainkan cerminan dari sistem yang bermasalah," tegas Mafirion dalam keterangan pers di Gedung DPR RI, Rabu (12/3/2025). Ia menekankan perlunya evaluasi yang komprehensif, tidak hanya terbatas pada aspek jumlah napi dan petugas, namun juga mencakup kondisi fisik bangunan lapas dan rutan. Kondisi overkapasitas, menurutnya, menciptakan lingkungan yang rawan pelanggaran keamanan dan bahkan memicu tindakan ekstrem dari para napi. Rasio antara jumlah petugas dan napi yang sangat timpang, menurut Mafirion, membuat pengawasan menjadi tidak efektif. Sebagai contoh, ia menggambarkan sebuah lapas yang seharusnya berkapasitas 300 orang, kini menampung hingga 1000 orang, sementara jumlah petugas pengawas tetap hanya 50 orang. Situasi ini jelas-jelas menimbulkan celah keamanan yang signifikan.
Lebih lanjut, Mafirion juga menyoroti kondisi lapas dan rutan yang sudah tidak layak huni akibat usia bangunan dan lokasi yang berada di kawasan pemukiman padat. Lapas Kutacane, lokasi kejadian pelarian massal napi, menjadi contoh nyata. Letaknya yang berada di lahan sempit dan dikelilingi pemukiman penduduk, menurut Mafirion, membuat pengawasan dan penjagaan semakin sulit. "Evaluasi harus meliputi aspek geografis dan kondisi fisik bangunan," tambahnya. Ia menekankan perlunya perencanaan pembangunan lapas dan rutan baru yang lebih terintegrasi dan memperhatikan aspek keamanan serta standar hunian yang layak bagi para napi.
Sementara itu, berdasarkan informasi yang diterima, sebanyak 50 narapidana berhasil melarikan diri dari Lapas Kutacane dengan cara membobol atap sel tahanan menjelang berbuka puasa. Hingga Rabu pagi, 28 napi telah berhasil ditangkap kembali, sementara sisanya masih dalam pengejaran pihak berwenang. Kepala Lapas Kelas IIB Kutacane, Andi Hasyim, mengatakan bahwa kaburnya para napi diduga terkait dengan beberapa tuntutan yang diajukan, salah satunya adalah permintaan untuk menyediakan bilik asmara di dalam lapas. Permintaan tersebut, menurut Andi, terkendala kewenangan yang berada di tingkat pusat.
Kejadian ini sekali lagi menyoroti urgensi reformasi sistem pemasyarakatan di Indonesia. Tidak hanya soal jumlah dan kualitas petugas, tapi juga kondisi fisik lapas dan rutan serta pendekatan humanis dalam pembinaan napi perlu mendapat perhatian serius. Evaluasi menyeluruh yang komprehensif dan terintegrasi menjadi kunci untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang. Perlu ada komitmen nyata dari pemerintah untuk meningkatkan kualitas sistem pemasyarakatan, sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai tempat pembinaan dan bukan hanya sebagai tempat penahanan yang rawan pelanggaran keamanan.