Musisi Ardhito Pramono Soroti Pelanggaran Hak Cipta Lagu di Korea Selatan
Musisi Ardhito Pramono Soroti Pelanggaran Hak Cipta Lagu di Korea Selatan
Penyanyi dan penulis lagu Indonesia, Ardhito Pramono, kembali menyoroti permasalahan hak cipta atas karya-karyanya. Kali ini, kekhawatirannya muncul setelah salah satu lagunya digunakan sebagai musik latar dalam program televisi Korea Selatan, I Live Alone, yang menampilkan artis K-Pop J-Hope. Kejadian ini bukan yang pertama kali terjadi; Ardhito sebelumnya juga pernah mengeluhkan penggunaan lagunya tanpa sepengetahuannya di program televisi Korea Selatan pada tahun 2021.
Melalui unggahan Instagram Story, Ardhito mengungkapkan kekecewaannya terhadap pengelolaan hak cipta lagunya oleh pihak publisher, Sony Music. Ia mempertanyakan transparansi dan mekanisme perizinan yang seharusnya melindungi hak cipta pencipta lagu. Ardhito menuliskan, "Wih lagu yang kutulis sendiri sampai Korea, tapi publishing-ku sama Sony nggak jelas-jelas. Terima kasih." Ungkapan tersebut mencerminkan rasa frustrasi atas ketidakjelasan proses distribusi dan pemanfaatan lagunya, khususnya terkait royalti yang seharusnya diterima sebagai pencipta lagu.
Lebih lanjut, Ardhito menjelaskan bahwa sebagai pencipta lagu, ia seharusnya memiliki hak penuh atas karya ciptaannya. Ia menekankan pentingnya persetujuan dari pencipta lagu dalam setiap pemindahan atau penggunaan lagu, terutama dari satu publisher ke publisher lainnya. "Saya kehilangan hak saya sebagai pencipta lagu, yang di mana penulis lagu punya hak 100 persen dalam pemberian kuasa 'pengelolaan lagu'. Dalam hal ini, segala 'pemindahan' katalog lagu dari publisher ke publisher lainnya, harus dengan persetujuan sang pencipta lagu. Juga saya tidak pernah memberikan approval akan pemindahan lagu-lagu saya ke publisher yang kalian tunjuk sendiri," tulisnya.
Ardhito juga menyoroti peran publisher dalam pengelolaan master recording. Ia menyatakan bahwa meskipun label mungkin membiayai produksi lagu, pencipta lagu tetap memiliki hak penuh atas karya ciptaannya. Ia meminta agar pihak publisher menghargai hak kepemilikan lagu tersebut. "Label membiayai produksi lagu. Namun dalam hal ini, bagaimana jika artis yang dengan segala keterbatasan bisa memproduksi lagu sendiri? Silahkan monetize 'master' yang kalian miliki akan lagu-lagu yang saya tulis sendiri. Namun sekali lagi, kepemilikan lagu; 100 persen dimiliki si pencipta lagu. Tolong hargai kepemilikan lagu-lagu saya yang saya tulis dengan hati yang tulus," tegasnya.
Sebagai penutup, Ardhito memberikan pesan kepada para pencipta lagu di Indonesia untuk selalu melindungi hak cipta karya mereka. Ia menyarankan agar para musisi berkonsultasi dengan pengacara untuk memastikan hak-hak mereka terlindungi. "Teruntuk pencipta lagu di seluruh Indonesia, buatlah lagu seindah-indahnya, kalian semua berbakat. Jika ada tawaran dari pihak-pihak manapun, please lawyered up (diurus oleh pengacara). Jangan sampai nasib kalian seperti saya," imbuhnya. Kasus yang dialami Ardhito ini menjadi pengingat penting bagi para musisi untuk memahami dan melindungi hak cipta mereka di tengah perkembangan industri musik yang semakin global.
Kesimpulan: Kasus yang dialami Ardhito Pramono menyoroti celah dan pentingnya perlindungan hak cipta bagi para pencipta lagu, terutama dalam konteks pemanfaatan karya di pasar internasional. Pengalamannya menjadi pembelajaran berharga bagi para musisi untuk proaktif dalam melindungi hak cipta mereka dan memastikan transparansi dalam pengelolaan karya-karya mereka.