Dugaan Penguapan Kasus Pelecehan Seksual di Makassar: Korban Diduga Dipaksa Damai dan Ditawarkan Uang untuk Lebaran

Dugaan Penguapan Kasus Pelecehan Seksual di Makassar: Korban Diduga Dipaksa Damai dan Ditawarkan Uang untuk Lebaran

Seorang remaja perempuan berusia 16 tahun, yang disebut dengan inisial AN, menjadi korban dugaan pelecehan seksual oleh kakek tirinya di Makassar, Sulawesi Selatan. Kasus ini dilaporkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Makassar pada 6 Februari 2025. Namun, penanganan kasus tersebut justru menimbulkan pertanyaan besar setelah AN mengklaim dipaksa berdamai dengan terduga pelaku oleh pihak kepolisian.

AN, yang juga telah melaporkan kasus ini ke UPTD PPA Makassar untuk mendapatkan perlindungan, dipanggil ke gedung Satreskrim Polrestabes Makassar pada Selasa, 11 Maret 2025. Alih-alih menerima informasi perkembangan kasus, AN mendapati dirinya berada dalam situasi yang tak terduga. Ia mengaku dipaksa untuk berdamai oleh Iptu HN, Kanit PPA Polrestabes Makassar, yang diduga menawarkan sejumlah uang sebagai jalan keluar kasus ini.

Menurut pengakuan AN, Iptu HN meminta AN untuk menyebutkan nominal uang yang dibutuhkan untuk berdamai. Lebih lanjut, Iptu HN kemudian menawarkan uang sebesar Rp 10 juta yang akan diberikan oleh terduga pelaku, dengan kesepakatan uang tersebut dibagi dua; Rp 5 juta untuk AN untuk membeli baju Lebaran, dan Rp 5 juta untuk Iptu HN. Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah, pendamping AN dari UPTD PPA Makassar tidak diperbolehkan masuk ke ruangan selama pertemuan tersebut berlangsung.

"Saya disuruh sebut nominal untuk dikasi damai, jadi dia (Iptu HN) bilang berapa mampunya pelaku untuk bayar supaya harus damai," ungkap AN. Ia juga menambahkan, "Terus dia menawarkan kalau dia mau mintakan uang Rp 10 juta ke pelaku, baru katanya nanti dibagi dua. Saya disuruh beli baju lebaran pake uang Rp 5 juta." Kejadian ini tentu menimbulkan kecurigaan akan adanya upaya penggiringan opini dan potensi penyimpangan prosedur hukum yang dilakukan oleh oknum anggota kepolisian.

Menanggapi tuduhan tersebut, Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Arya Perdana, menyatakan bahwa Paminal Propam Polrestabes Makassar telah melakukan pendalaman atas kasus ini. Pihak kepolisian menegaskan akan memberikan sanksi jika terbukti ada pelanggaran kode etik dan disiplin. "Dari kami sudah melakukan tindakan. Kita langsung turun Paminal langsung periksa, kalau sampai terbukti kita akan berikan sanksi, nanti kita lihat kesalahannya kan ada sidang kode etik dan sidang disiplin," ujar Kombes Pol Arya Perdana. Namun, pernyataan tersebut belum cukup menenangkan publik yang tengah menyoroti kasus ini. Proses pendalaman dan pengumpulan keterangan dari keluarga AN masih terus berlangsung untuk mengungkap kebenaran atas dugaan tersebut.

Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum, khususnya dalam kasus-kasus pelecehan seksual. Dugaan intervensi dari oknum kepolisian untuk memaksakan perdamaian dan menawarkan uang kepada korban merupakan pelanggaran serius yang harus diusut tuntas. Kepercayaan publik terhadap penegak hukum sangat bergantung pada keadilan dan integritas yang dijunjung tinggi oleh setiap anggota kepolisian. Investigasi yang menyeluruh dan tindakan tegas terhadap oknum yang terlibat sangat diperlukan untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan. Perlindungan bagi korban pelecehan seksual harus diutamakan dan dijamin agar mereka mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya. Kegagalan dalam memberikan perlindungan dan penegakan hukum yang adil akan berdampak buruk bagi korban dan citra penegakan hukum Indonesia.

Proses hukum yang adil dan transparan sangat krusial dalam kasus ini, bukan hanya untuk memberikan keadilan kepada AN, tetapi juga untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian. Tindakan tegas dan cepat dari pihak berwenang diperlukan untuk memastikan bahwa kasus ini tidak hanya dihentikan, namun juga diusut hingga tuntas dan memberikan sanksi yang setimpal bagi pihak-pihak yang terlibat jika terbukti melakukan pelanggaran.